Info Burinyay
BudayaSeni Budaya

Makna Karya Sastra Lagu Musikalisasi Puisi di Era Perang Ideologi Modern, Papasean Nu Gelo Nu Edan Rakyat Leutik Kabarerang

Bandung, Info Burinyay – Dalam Rangka menghadiri undangan dari PROGRAM LIEBAS Tanggal 11 Desember 2023 di Kamojang daerah Samarang Garut, dalam Acara Sinergitas Agroporesty berbasis pengembangan Ekonomi Masyarakat, sebuah percontohan pengolahan pertanian yang ramah Lingkungan Dan penanaman dengan pohon tahunan terutama pada daerah hulu. Sebuah Kegiatan yang edukatif dan mendidik untuk masyarakat Sunda Jaman kiwari, dan bagaimana cara metode nya teknik bertani bercocok tanam menghijaukan Gunung Kembali.

Dalam acara penting ini, jadi teringat kembali obrolan unik menarik atau istilah bahasa Sunda dari Garut  yaitu “ngadu bako” berdiskusi di Daerah Gunung Kawah Kamojang Kecamatan Samarang, bersama Sahabat Dulur yaitu Seorang sesepuh yang sehari-harinya dipanggil nama;  “Abah Enday”, beliau seorang petani sejati yang punya julukan Petani Pengebun Penyawah Padi Organik.

Beliau tinggal rumah nya di Daerah Tarogong kampung Cibunar. Di sini penulis tidak akan membahas sebagai Petani Organik, akan tetapi yang unik dan menariknya bersama Abah Enday, Abah Enjoem dan penulis sendiri.

Kata Abah Enday sambil bercanda  tersenyum dan menyampaikan dengan Hariring Nyanyian Kawih berjudul lagu Tanah Sunda ke Abah Enjoem tokoh seni reak dari Sanggar reak tibelat.

 Kalau kita merasa sebagai orang Sunda yang Lahir medal di Jawa Barat, akan nineung atau mengingat Panineungan atau Nostalgia keadaan dimensi Panorama Alam Endah atau Keindahan Alam Tanah Pasundan Pada Waktu Jaman itu, coba mengingat nostalgia yang dihariringkan oleh Abah Enday ini  sebuah  Lagu “TANAH SUNDA” Sanggian dan Rumpaka (Melodi Gending dan Lirik Lagu Produk Karangan Mang Koko Koswara Alm. antara Tahun 1960an).

Seperti ini Lirik Lagunya:

“Tanah Sunda gemah ripah 

nu ngumbara suka betah

Urang Sunda sing Towéksa

nyangga darma anu nyata

Seuweu Pajajaran

muga tong kasamaran

sing tulatén jeung rumaksa

miara pakaya

Baca Juga  Pelestarian Seni Tradisional Sunda: Reak Kuda Renggong di Pasirjambu

mémang sawajibna

getén titén rumawat Tanah Pusaka

Titén kana, harta banda

mo’ kaduhung waktu jaga

Anu lian moal bisa

ngatur ngolah jeung ngariksa

Gembleng sauyunan

singkil babarengan

ngangkat darajat Ki Sunda

Sunda kukuh kuat

diraksa dirumat

pasti jembar wibawa Indonésia”.

Mendengar Lirik lagu ini yang padalisan awal atau kalimat pertama lagu ini, 

Yang Hariringkan Abah Enday, sebagai penulis juga merasa merinding…

*TANAH SUNDA…GEMAH RIPAH… NU NGUMBARA SUKA BETAH… Kata Abah Enday Coba bayangkan lirik lagu ini maknanya begitu menyadarkan atau sebagai pepeling untuk kita semua… Tanah Sunda… Wibawa… Gemah Ripah… Tur Endah… Nu Ngumbara sukabetah…

(Sampai di sini saja lirik lagu ini ada makna ironis ada Silib siloka sindiran)…

Makna lagi ini isinya Tanah Jawa Barat Panorama nya begitu Sangat Indah Fantasi, dan Semua Bangsa Pendatang dari manapun enggan meninggalkan kota Garut khususnya yang punya Istilah Sebutan GARUT KOTA PANGIRUTAN, yang artinya DAERAH GARUT memiliki daya tarik yang sangat kuat, sehingga Bangsa Penjajah Belanda menyebut Kota Garut dengan mengasih Nama SWIZERLAND VAN JAVA…

Bahasan karya Sastra lagu Tanah Sunda ciptaan Mang Koko Koswara Alm. Ada istilah dari Asep Sutajaya (alumni mahasiswa sastra dari University Sumatra Utara) menyebut istilah karya Lagu Tanah Sunda ini termasuk karya musikalisasi puisi.

Karena Karya lagu ini bukan hanya sekedar lagu hiburan akan tetapi karya lagu ini terkandung makna Tuntunan dalam Takaran Edukasi Pendidikan untuk  masyarakat bangsa kita, yang terasa sekali oleh penulis, masyarakat bangsa kita semakin tidak produktif dan semakin lemah daya pikir kreativitas, yang cenderung semakin berjiwa konsumtif.

Selain Naskah Lagu Tanah Sunda dari Karya Lagu Mang Koko Koswara Sang Komponis Legendaris,  dalam  PROGRAMA ACARA LIEBAS di Gunung Kawah Kamojang tersebut penulis juga oleh Kelompok Kekeluargaan LIEBAS Pencinta Pejuang Pelestari Alam ini diminta harus melantunkan Tri Sastra Jendra Pantun diiringi petikan Kacapi yaitu PANTUN RAJAH PAMUKA, PANGEMAT DAN PAMUNGKAS.

Baca Juga  Hajat Warga Ngamumule Seni Kasundaan: Pagelaran Seni Budaya Meriah di Rancaekek

yang dibahas di sini ada tertera deretan padalisan kalimat bermakna, yaitu dalam bagian padalisan kalimat ketiga bagian PAMUKA, liriknya yakni :

ELING ELING MANGKA ELING, ELING KA DIRI SORANGAN…

ELING ELING MANGKA ELING, ELING KA DIRI NU LIAN…

URANG JEUNG ALAM TEU AYA ANTARANA, LAMUN AYA ANTARA NA URANG REK CICING DIMANA ?

HIRUP TINA PAMEDALAN NEPI KANA PANGBALIKAN…

NEDA AGUNG AMPUN PARALUN, NEDA JEMBAR HAMPURANA SAPAPANJANG NA…

Begitulah isi Sastra Lagu  bagian awal bubuka atau pamuka Carita dari Sastra lagu Pantun Rajah, yang makna nya begitu menuntun dan menuntut diri kita untuk menjaga melestarikan Alam Buana Pertiwi ini…

Selain itu berdiskusi menarik, Adu bako dan tentang kata-kata sastra menarik yang keluar dari benak pikiran Kang Roza Mintaredja seorang Insinyur Desaein Arsitektur dari Bogor yang sudah lama tinggal di Bandung, Kang Roza Mintaredja mengemukakan kata sastra cari pantun sedekit kalimat seperti ini, “Hariwang.. urang Sunda  jaman kiwari asup ka titimangsa papasèaan antara nu gèlo jeung nu èdan?! Emh…

Nu teu iluan gè bakal milu kabarèrang…,

Kitu cèk Wangsit Siliwangi

(dina carita pantun bogor, naskah ngahyangna padjadjaran, Aki buyut baju rambèng).

Hal bab Sastra yang disusun oleh Para PARAGUNA Para Pujangga, bisa kita lihat hari ini, secara  bukti nyata kejadian Longsor, banjir bandang dimamana, seperti yang terjadi situasi Kondisi musim hujan baru-baru ini, terjadi banjir bandang di daerah Cisurupan Garut,  mengapa terjadi bencana Longsor, Banjir Bandang ?

yang maju kedepan akan menjawab ke depan adalah kelompok Keluarga Liebas… ” Tah Ieu, akibat tina Leuweung Dibabadan Gunung diKerukan.

Leuweung Gunung teh hasil Alam na dikeruk dibabad habis kulantaran alesanna untuk membangun (PROPERTI, PABRIK, JALAN TOL dsb.) dimamana, utamina ieu Program Pemerintah/Penguasa/Pengusaha, Bahan Baku Hasil dari Kekayaan Alam di tiap lokal Daerah di Jual belikan dieksport Import, tidak Dipikirkan Diperhatikan Diperhitungkan Efek samping nya Rusaknya Alam Pegunungan dalam Pengelolaan Pengerukan Hasil Bumi Hutan Gunung ini. Hutan Tutupan/Larangan dibabad habis, Hutan garapan di bangun untuk PROPERTI Perumahan Pabrik Industri, dst.

Baca Juga  Festival/Pasanggiri Jaipong "Piala Bupati Bandung" Meriahkan Bale Prabu Soreang

PAPASÈAAN (basa sunda) Arti dalam Bahasa Indonesia PERSAINGAN BISNIS EKONOMI POLITIK PERANG INTELEKTUAL, PERANG TEKNOLOGI…

Nah disinilah  yang tertera dalam Karya Sastra Pantun Bogor  yang muncul setelah  Nagara Kerajaan Mandala Wangi Kaprabon Pajajaran Ngahiyang, tertera kalimat dereten kata-kata bermakna Tuntunan, an

Yaitu “Jaman kiwari asup ka Titi Mangsa PAPASÈAAN NU GÈLO Jeung ÈDAN.

yang artinya makna Lirik, Puisi dari Sastra Carita Pantun Bogor ini, masyarakat Bangsa ini dipenuhi dengan PERDEBATAN dan PERSAINGAN TIDAK SEHAT Sagala macam Sarana Alam diruksak Sagala  bentuk budaya Tradisi Adat Karuhun Kabuyutan Sunda dirarumpak dirobah dihilangkan dikeruk Sagala dibabad ku sipat na nu GARÈLO SARAKAH, Otakna nu Palinter teh Teu Calerdas.

Nu Korban nu Teu Tuah Teu Dosa kabarerang Sadayana, korbannya bisa terlihat nyata diantaranya  Masyarakat yang  tak berdosa pun kena, padahal mereka tidak pernah ikut campur dengan kaum Imperalism individuals yang berbaju oknum Pengusaha Penguasa Proyèk Pengrusakan Alam Hutan Pegunungan, yaitu GUNUNG-GUNUNG, LEUWEUNG LARANGAN atau TUTUPAN.

Jadi Sebelum masuk Para Kaum Orientalis Kapitalis Imperialis yang Sikon Sekarang Lagi PARASEA ANTARA NU GÈLO JEUNG NU ÈDAN, yang jadi Korban Masyarakat Menengah ke bawah…

Pun Tabe Tabe…

Wassalam Rahayu Salamet Jaya Waluya Walagri Nugraha Mulya Sampurna Bagja Dame Sapapanjang Na… Aamiin Ya Rahmatan Lil Alamin Mamayu Hayuning Bawana.

Penulis : Ayah Dody

Related posts

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.