Bandung, Info Burinyay – Menjelang kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada November 2024, muncul polemik di tengah masyarakat terkait calon wakil bupati atau wali kota yang telah menjabat dua periode namun kembali mencalonkan diri. Persoalan ini khususnya mencuat di Provinsi Jawa Barat, dengan beberapa kasus yang menjadi sorotan.
Sejarah Polemik Masa Jabatan
Masalah ini bukanlah hal baru. Pada tahun 2019, Muhammad Jusuf Kalla mengajukan Yudisial Review terkait masa jabatan, namun Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengajuan tersebut. Jusuf Kalla pernah menjabat dua periode sebagai Wakil Presiden, meski tidak berturut-turut, karena terhalang oleh periode Budiono.
Kasus Ade Sugianto di Tasikmalaya
Situasi serupa terjadi pada Pilkada 2024, di mana ada wakil bupati yang menjadi bupati di tengah periode kedua. Misalnya, Ade Sugianto, mantan Wakil Bupati Tasikmalaya, yang menjabat sebagai bupati selama 2,5 tahun setelah UU Ruzanul Ulum maju sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat.
Menurut Asep Suparman, seorang penggiat demokrasi di Kabupaten Bandung, berdasarkan rasa keadilan hukum, Ade yang telah menjabat periode kedua sebagai bupati tidak berhak mencalonkan diri lagi dalam Pilkada 2024.
Persoalan Masa Jabatan Wakil Bupati
Asep juga mempertanyakan apakah wakil bupati yang telah menjabat dua periode berturut-turut akan diperlakukan sama dengan bupati, wali kota, atau gubernur, yang tidak diperkenankan untuk ikut kontestasi pilkada lagi.
“Sebagai contoh, kasus Helmy Budiman, Wakil Bupati Garut yang telah menjabat dua periode, dinilai bertentangan dengan UU No 10 tahun 2016. UU ini menyatakan bahwa calon gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota tidak boleh pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan. “
Keadilan dalam Hukum dan Politik
“Ada ketidakadilan dalam hukum dan politik jika seorang yang telah dua kali menjabat sebagai wakil bupati dan satu periode sebagai bupati kembali mencalonkan diri,” ungkap Asep. “Contoh lainnya adalah pencalonan Subahi di Pilkada Majalengka.”
Implikasi Hukum dan Peraturan KPU
Berdasarkan UU No 10 tahun 2016 dan UU No 6 tahun 2020, ketiga bakal calon bupati Tasikmalaya, Garut, dan Majalengka seharusnya gugur demi hukum.
Asep menegaskan bahwa jika KPU tidak mengeluarkan peraturan khusus (PKPU) terkait persyaratan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota, maka calon-calon tersebut dinyatakan cacat hukum.
Hal ini dianggap tidak adil dari sisi hukum, mengingat baik bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, maupun wakil gubernur adalah jabatan publik yang sama-sama dipilih dalam Pilkada. Oleh karena itu, diperlukan Yudisial Review untuk menangani kasus ini.
Polemik ini menggambarkan betapa rumitnya aturan hukum terkait masa jabatan kepala daerah dan pentingnya kejelasan regulasi untuk memastikan keadilan dalam proses pemilihan kepala daerah.