Tasikmalaya, Info Burinyay – Situasi perang antara Israel dan Palestina semakin mengkhawatirkan, terutama setelah terbunuhnya dua petinggi Hamas, Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar, oleh kelompok tentara Zionis Israel. Perang ini kini tidak hanya berkecamuk di wilayah kedua negara, tetapi juga melibatkan serangan rudal yang dilancarkan Israel ke negara-negara seperti Iran, Lebanon, dan Irak.
Negara-negara tersebut dipandang Israel sebagai pendukung persenjataan para pejuang Hamas Palestina. Kondisi ini mengubah peta konflik menjadi perang besar yang melibatkan banyak negara lintas benua. Dengan kata lain, situasi yang semakin membara ini berpotensi memicu terjadinya perang dunia ketiga.
Kekhawatiran terkait dampak dari perang yang berkepanjangan ini disampaikan oleh Sultan Patrakusumah VIII Rohidin, SH., MH., M.Si, seorang pegiat cagar budaya dari Kesultanan Selacau, Kabupaten Tasikmalaya. Menurut Rohidin, “Perang dunia ke-3 terjadi, imbasnya luar biasa.” Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya memikirkan dan merespons situasi ini secara jernih dan komprehensif.
Sultan Rohidin menggarisbawahi bahwa ketakutan akan perang Israel-Palestina tidaklah berlebihan. Dengan pengalamannya sebagai pengamat politik dan budaya, dirinya menyadari betapa berbahayanya kondisi ini jika dibiarkan tanpa upaya serius untuk menghentikannya.
“Kita harus mengambil langkah konkret untuk mengatasi krisis ini,” tegasnya.
Perang yang dimulai pada 7 Oktober 2023 ini, dengan klaim sebagai perang ofensif/defensif, kini telah menyebar luas dan menyebabkan banyak korban jiwa di kalangan masyarakat sipil yang tidak berdosa. Meskipun perang ini telah berlangsung lebih dari setahun, tanda-tanda perdamaian masih jauh dari harapan. Alotnya proses di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghentikan perang memberikan sinyal bahwa konflik ini sarat dengan muatan politik yang melibatkan para pemimpin dunia.
Analisis mendalam menunjukkan bahwa perang Israel-Palestina mungkin dijadikan alat untuk menyetel ulang geopolitik dan ekonomi oleh beberapa pemimpin negara. Ketika negara lain terlibat demi kepentingan politik dan ekonominya, situasi ini semakin kompleks. Bahkan, upaya genjatan senjata yang dipandang dapat membawa keadilan dan perdamaian sementara sulit untuk dilaksanakan.
Sultan Rohidin menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi konflik ini. Pertama, dia mengusulkan perlunya konstruksi hukum, konstruksi keadilan, dan konstruksi harmoni. Menurutnya, ketiga elemen ini dapat berperan penting dalam menyelesaikan konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
“Kita perlu pendekatan yang lebih terstruktur dan strategis dalam menangani situasi ini,” jelasnya.
Solusi kedua yang diusulkan melibatkan tindakan radikal, yaitu menangkap semua pemimpin perang dari kedua belah pihak, termasuk Netanyahu dan para pemimpin Hamas. Langkah ini harus disertai dengan audit asal usul keuangan dan senjata dari kedua belah pihak oleh Mahkamah Kejahatan Dunia (ICC/ICJ) dan diperkuat oleh Dewan Keamanan PBB. Dengan cara ini, perdamaian dapat terwujud dan sistem “one law, one justice” dapat ditegakkan. Selain itu, kewibawaan ICC akan terjaga dan tidak akan ada negara yang dapat melecehkannya, termasuk Israel.
Penting untuk dicatat bahwa solusi yang disodorkan Rohidin bukanlah solusi sembarangan. Pemikirannya berakar dari fakta sejarah yang menunjukkan bahwa Belanda (VOC) melalui kekuatan guildennya berhasil menjajah Nusantara selama ratusan tahun.
Setelah Perang Dunia Kedua, dilakukan audit perang oleh mahkamah kejahatan yang memutuskan bahwa Ratu Wilhelmina dan Ratu Juliana ditetapkan bersalah. Selanjutnya, uang guildennya disatukan dengan mata uang Euro. Rohidin yakin bahwa rujukan sejarah ini dapat diterapkan untuk menyelesaikan konflik Gaza antara Palestina dan Israel.
Krisis yang berkepanjangan ini memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dalam konteks ini, peran masyarakat internasional sangat vital. Kolaborasi antarnegara, terutama yang memiliki pengaruh di kawasan, dapat membantu mendorong dialog dan negosiasi yang konstruktif.
Dalam pandangan Sultan Rohidin, “Hanya dengan kerja sama global yang tulus, kita bisa berharap untuk melihat perdamaian yang langgeng.”
Sementara itu, media juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang akurat dan objektif mengenai konflik ini. Dengan memberikan perspektif yang berimbang, media dapat berkontribusi pada upaya menciptakan kesadaran dan pemahaman yang lebih baik di kalangan masyarakat tentang kompleksitas konflik Israel-Palestina.
Melalui pendekatan yang komprehensif dan konstruktif, serta dukungan dari masyarakat internasional dan media, kita dapat berharap bahwa konflik ini tidak akan berlanjut tanpa akhir. Setiap langkah menuju perdamaian harus didasari oleh keinginan untuk menciptakan keadilan dan harmoni bagi semua pihak yang terlibat.
Dalam kesimpulannya, Sultan Rohidin mengingatkan kita bahwa tantangan yang dihadapi tidaklah mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin untuk diatasi.
“Perdamaian itu mungkin, asalkan kita semua berkomitmen untuk mencapainya,” tutupnya.