Rohidin, SH., MH., M.Si., Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18
Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si., Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18
Tasikmalaya, Info Burinyay – Peraturan Bupati (Perbup) Tasikmalaya No. 65 Tahun 2023 menuai kontroversi di kalangan pegiat budaya dan pemerhati hukum. Kebijakan ini dianggap berpotensi menghambat implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Selain itu, kebijakan ini juga dianggap bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2014 yang seharusnya mendukung pelestarian dan pengembangan warisan budaya lokal.
Tasikmalaya memiliki kekayaan cagar budaya yang mencakup situs sejarah, kawasan adat, hingga warisan budaya takbenda. Wilayah ini menyimpan cerita rakyat dan tradisi turun-temurun yang berpotensi menjadi aset wisata dan pendidikan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 mengamanatkan pemerintah daerah untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya. Sejalan dengan itu, Perda No. 1 Tahun 2014 memperkuat tanggung jawab pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam mengeksploitasi dan mengembangkan potensi budaya yang ada. Namun, penerapan peraturan di lapangan justru terhambat oleh kebijakan yang terlalu administratif, seperti yang tercantum dalam Perbup No. 65 Tahun 2023.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 memberikan arahan yang jelas kepada kepala daerah. Bupati seharusnya:
Tindakan ini tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi melalui sektor pariwisata. Cagar budaya yang dikelola dengan baik dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Sayangnya, Perbup Nomor 65 Tahun 2023 malah menambah kerumitan. Dalam Pasal 11, kebijakan ini mengatur bahwa izin penelitian dan pencarian potensi cagar budaya harus melalui bupati. Proses ini tentu saja memperlambat upaya menyenangkan dan melestarikan warisan budaya.
Kewajiban untuk mendapatkan izin dari bupati menimbulkan kesan bahwa pemerintah daerah tidak mendukung upaya pelestarian budaya. Selain itu, pengaturan administratif ini juga menghambat masyarakat lokal yang ingin berkontribusi dalam pengembangan budaya.
Misalnya, banyak pegiat budaya yang berupaya mengangkat cerita rakyat di daerah mereka melalui pembuatan miniatur atau bangunan tematik. Proyek seperti ini tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga menarik perhatian wisatawan dan peneliti. Namun, dengan adanya Perbup No. 65 Tahun 2023, langkah-langkah tersebut menjadi sulit untuk direalisasikan.
Selain itu, kebijakan ini juga menciptakan celah bagi potensi politisasi. Beberapa pihak menduga bahwa pengaturan izin yang berakhir di tangan bupati bertujuan untuk mengontrol aktivitas masyarakat. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang mengedepankan kolaborasi dan kemudahan.
Perbup No. 65 Tahun 2023 tidak hanya menyulitkan pelestarian budaya, tetapi juga bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi, yaitu:
Dalam hierarki hukum, peraturan daerah atau bupati tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Jika terjadi konflik, aturan yang lebih rendah harus dihapus atau disesuaikan.
Gubernur Jawa Barat memiliki kewenangan untuk memutar dan membatalkan Perbup No. 65 Tahun 2023 jika terbukti bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Jika gubernur tidak mengambil langkah tegas, masyarakat dapat mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Langkah ini memungkinkan penghapusan kebijakan yang dinilai bermasalah. Kepala daerah yang tetap menerapkan peraturan bertentangan juga dapat menerapkan sanksi administratif, seperti:
Sementara itu, masyarakat juga dapat menuntut kejelasan melalui dialog dengan pemerintah daerah dan mendesaknya kebijakan pembenahan.
Jika kebijakan yang ditetapkan seperti ini terus diterapkan, dampaknya akan terasa langsung pada pertumbuhan ekonomi daerah. Kabupaten Tasikmalaya berpotensi tertinggal dari daerah lain yang lebih maju dalam pengelolaan pariwisata budaya. Pendapatan daerah yang seharusnya meningkat melalui sektor pariwisata justru tidak optimal.
Masyarakat lokal, terutama yang bergerak di bidang seni dan budaya, juga akan kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan warisan budaya mereka sebagai sumber penghasilan. Tanpa dukungan penuh dari pemerintah, mereka sulit untuk mengembangkan ide-ide kreatif yang dapat menarik wisatawan atau peneliti.
Untuk mengatasi kendala ini, pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu segera mengambil langkah-langkah berikut:
Pelestarian cagar budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Perbup No. 65 Tahun 2023, yang terkesan menghambat, perlu segera dikaji ulang agar tidak merugikan kepentingan masyarakat dan warisan budaya. Dengan pendekatan yang inklusif dan transparan, Tasikmalaya dapat memaksimalkan potensinya sebagai pusat wisata budaya yang unggul. Langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang, baik dari segi ekonomi maupun pelestarian warisan sejarah.
Ciwidey, Info Burinyay — Pemerintah Desa Panyocokan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, terus meningkatkan pembangunan infrastruktur…
Bandung, Info Burinyay — Para Guru Bimbingan Konseling (BK) dari berbagai SMA di Kota Bandung…
Oleh: Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix INA-18 Tasikmalaya - Dalam beberapa bulan terakhir,…
Rancaekek, Info Burinyay – Jajaran Polsek Rancaekek mengambil langkah tegas untuk meningkatkan disiplin dan keamanan…
Nagreg, Info Burinyay — Menjelang Idul Adha 1446 Hijriyah, aktivitas pemeriksaan hewan qurban meningkat di…
Rancaekek, Info Burinyay – Suasana haru mewarnai halaman SMP Pasundan Rancaekek di Jalan Tulip Raya,…
This website uses cookies.
Leave a Comment