Photo Ilustrasi : Refleksi Pajak dan Keadilan di Indonesia Belajar dari Masa Kolonial
Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si. Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18
Ketika berbicara tentang masa kolonial Belanda, banyak yang teringat pada pajak yang membebani rakyat Indonesia. Pajak-pajak tersebut, seperti pajak rumah, pajak usaha, pajak sewa tanah, pajak pedagang, dan pajak konsumsi opium, menjadi simbol penindasan ekonomi pada masa itu. Namun, di era modern ini, kita dihadapkan pada pertanyaan yang tak kalah penting: apakah kebijakan pajak di Indonesia saat ini lebih adil dibandingkan masa penjajahan?
Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia dikenakan berbagai jenis pajak. Salah satu yang paling memberatkan adalah pajak penghasilan yang diterapkan melalui Ordonantie op de Inkomstenbelasting pada tahun 1908. Pajak ini memberlakukan tarif sebesar 2% dari pendapatan. Pajak penghasilan tersebut dikenakan kepada semua orang di Hindia Belanda, baik pribumi maupun non-pribumi. Perbedaannya terletak pada jenis usaha yang dikenai pajak:
Tak hanya itu, pajak-pajak lain seperti pajak tembakau, pajak penyembelihan hewan, hingga pajak konsumsi opium, menunjukkan betapa kerasnya beban yang ditanggung rakyat saat itu. Bahkan, pajak ini sering dipandang sebagai bentuk eksploitasi sistematis terhadap sumber daya dan tenaga kerja pribumi.
Dalam konteks Indonesia modern, pajak pertambahan nilai (PPN) saat ini berada pada tarif sebesar 12% untuk kategori barang mewah dan 11% untuk kategori umum. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tarif pajak penghasilan di masa kolonial yang hanya 2%. Sebagai tambahan, pada 1 Januari 2025, harga bahan bakar minyak mengalami kenaikan sebesar Rp400 per liter, menunjukkan bagaimana kebijakan pajak dan harga memiliki dampak langsung terhadap rakyat.
Pertanyaannya, apakah ini mencerminkan kekejaman yang lebih besar dibandingkan era penjajahan?
Secara logis, ada perbedaan mendasar dalam tujuan dan penggunaan pajak antara masa kolonial dan masa kini. Pada masa penjajahan, pajak sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah kolonial, tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, dalam era kemerdekaan, pajak seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan peningkatan kualitas hidup rakyat. Namun, apakah kenyataannya selalu demikian?
Bung Karno pernah berkata bahwa melawan penjajah asing lebih mudah daripada melawan “penjajah” dari bangsa sendiri. Hal ini tampaknya relevan dalam membahas kebijakan pajak di Indonesia. Meski kita hidup di era yang disebut merdeka, kebijakan pajak sering kali dianggap membebani rakyat kecil. Contohnya adalah bagaimana aturan pajak kadang-kadang digunakan untuk mengambil hak-hak masyarakat adat atas tanah yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Pasal 18B UUD 1945 sebenarnya memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat. Namun, implementasinya sering kali nihil. Banyak kebijakan yang malah merampas hak-hak ini dengan alasan formalitas undang-undang. Apakah ini adil? Apakah ini pantas disebut merdeka?
Monggo dipertimbangkan bicara penindasan terhadap rakyat: siapa yang lebih kejam, musuh di ujung barat atau tumor di kepala?
Pajak merupakan tulang punggung pembangunan negara. Namun, agar pajak benar-benar menjadi instrumen yang adil, ada beberapa prinsip yang harus diterapkan:
Sebagai bangsa yang merdeka, kita memiliki tanggung jawab untuk menciptakan sistem pajak yang tidak hanya efektif, tetapi juga adil. Hal ini membutuhkan reformasi kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, sekaligus pengawasan ketat terhadap penggunaannya.
Kita perlu belajar dari masa lalu, di mana pajak menjadi alat penindasan, dan memastikan bahwa hal serupa tidak terjadi lagi. Merdeka bukan hanya soal bebas dari penjajahan asing, tetapi juga bebas dari kebijakan yang menindas rakyat sendiri.
Dengan demikian, mari kita renungkan bersama: apakah sistem pajak saat ini sudah mencerminkan keadilan yang diidamkan para pendiri bangsa? Jika belum, inilah saatnya kita bergerak untuk memperbaikinya. Sebab, sejatinya keadilan adalah hak setiap warga negara, bukan sekadar retorika belaka.
Ciwidey, Info Burinyay — Pemerintah Desa Panyocokan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, terus meningkatkan pembangunan infrastruktur…
Bandung, Info Burinyay — Para Guru Bimbingan Konseling (BK) dari berbagai SMA di Kota Bandung…
Oleh: Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix INA-18 Tasikmalaya - Dalam beberapa bulan terakhir,…
Rancaekek, Info Burinyay – Jajaran Polsek Rancaekek mengambil langkah tegas untuk meningkatkan disiplin dan keamanan…
Nagreg, Info Burinyay — Menjelang Idul Adha 1446 Hijriyah, aktivitas pemeriksaan hewan qurban meningkat di…
Rancaekek, Info Burinyay – Suasana haru mewarnai halaman SMP Pasundan Rancaekek di Jalan Tulip Raya,…
This website uses cookies.
Leave a Comment