Soreang, Info Burinyay – Tokoh lingkungan hidup Kabupaten Bandung, Eyang Memet, memberikan apresiasi atas berlangsungnya acara penting di Graha Wirakarya, Kecamatan Ciparay. Acara ini, yang digagas oleh Yayasan Leuweung Sabilulungan, menjadi momen evaluasi sekaligus refleksi terhadap perjalanan yayasan tersebut. Menurut Eyang Memet, kegiatan ini merupakan langkah konkret untuk menghidupkan kembali semangat sejarah yang melatarbelakangi berdirinya yayasan ini.
“Alhamdulillah, acara ini menjadi pengingat bahwa kita pernah berkumpul dengan para inspirator untuk merancang wadah bersama. Kini, yayasan ini berdiri sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan,” ujar Eyang Memet.
Ia menambahkan, pentingnya acara ini sebagai sarana evaluasi dan rekonstruksi semangat kebersamaan guna mendukung pelestarian hutan dan lingkungan hidup.
Yayasan Leuweung Sabilulungan lahir sebagai respons terhadap kebijakan pemerintah pusat terkait pola sentralisasi kehutanan dan lingkungan hidup. Kebijakan ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, mengalihkan kewenangan pengelolaan kehutanan dari kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Kondisi tersebut menimbulkan tantangan besar, terutama dalam menjaga keterlibatan masyarakat lokal.
“Kami merasa perlu antisipasi terhadap dampak kebijakan tersebut. Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan harus tetap menjadi prioritas,” tambah Eyang Memet.
Ia menegaskan bahwa yayasan ini hadir untuk menyempurnakan program pemerintah pusat dengan mengedepankan semangat kolaborasi antara berbagai pihak.
Nama “Leuweung Sabilulungan” mengandung makna mendalam. Leuweung, yang berarti hutan, menjadi simbol nilai peradaban dan sakralitas. Yayasan ini memiliki visi menjadikan hutan sebagai pusat konservasi dan kolaborasi. “Kerjasama yang baik sangat penting agar kelestarian hutan tetap terjaga,” kata Eyang Memet.
Lebih lanjut, ia menyoroti tantangan dalam menjaga wilayah hutan Kabupaten Bandung, khususnya area Pacira (Pangalengan, Kertasari, dan sekitarnya). Sebagian besar tanah di wilayah tersebut adalah milik negara, yang dikelola oleh Perhutani, PTPN, BKSDA, serta perusahaan swasta. Hal ini membutuhkan sinergi kuat untuk menjaga fungsi hutan sebagai sumber daya air, ketahanan pangan, dan ekosistem yang sehat.
Eyang Memet menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menjaga lingkungan. Wilayah Bandung Selatan, sebagai area hulu yang strategis, membutuhkan perhatian khusus. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah, seperti Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Citarum Harum, menjadi landasan penting untuk menjaga kelestarian wilayah ini.
“Mengawal alih fungsi lahan adalah tantangan besar. Pemerintah Kabupaten Bandung sudah menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), tetapi pelaksanaannya membutuhkan pengawasan ketat,” ungkap Eyang Memet.
Ia berharap kebijakan ini dilengkapi dengan penegakan hukum yang tegas untuk mencegah alih fungsi lahan secara sembarangan.
Dalam rangka menjaga kelestarian mata air, Pemerintah Kabupaten Bandung telah mengusulkan Peraturan Daerah tentang pelestarian sumber daya air. Hal ini sejalan dengan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), seperti PDAM Tirta Raharja dan Tirta Wening, dalam memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan.
“Kita harus menjaga sepadan sungai, mengurangi erosi, dan mencegah sedimentasi di sub-DAS atau aliran sungai. Semua itu berujung pada pelestarian Sungai Citarum,” jelas Eyang Memet.
Ia juga menyoroti pentingnya regulasi yang mengatur pemeliharaan wilayah ketinggian, termasuk rekomendasi jenis tanaman yang cocok untuk konservasi.
“Kelayakan tanaman harus diperhatikan agar upaya konservasi memberikan dampak positif yang maksimal,” tambahnya.
Yayasan Leuweung Sabilulungan berkomitmen menjadi fasilitator dalam menampung aspirasi masyarakat dan mengoptimalkan potensi lokal.
“Orang Kabupaten Bandung harus menjadi aktor utama, bukan sekadar penonton,” tegas Eyang Memet.
Ia menambahkan bahwa yayasan ini berfungsi sebagai alat untuk mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan pemerintah.
Terkait dengan perubahan iklim, yayasan ini juga menaruh perhatian pada teknologi terbarukan dan dampak emisi karbon.
“Kita harus memikirkan keberlanjutan oksigen dan kesehatan manusia di tengah perubahan iklim yang ekstrem,” ujar Eyang Memet.
Hasil pertemuan pada 16 Januari 2025 menghasilkan beberapa rencana strategis. Pertama, yayasan akan melakukan pembenahan organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Kedua, yayasan akan mengidentifikasi permasalahan dan potensi lokal Kabupaten Bandung. Ketiga, yayasan akan membangun kolaborasi yang lebih erat dengan pemerintah sebagai wujud kebersamaan.
“Ego sektoral harus ditanggalkan. Lingkungan adalah urusan bersama dan tidak boleh dipolitisasi,” tegas Eyang Memet.
Ia juga berharap dukungan penuh dari tokoh lingkungan sekaligus mantan Bupati Bandung, Bapak Dadang Naser, yang kini menjadi legislator di Komisi IV DPR RI.
“Semoga pengalaman beliau menjadi bekal dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat Kabupaten Bandung,” pungkasnya.
Dengan segala tantangan yang ada, Yayasan Leuweung Sabilulungan tetap optimis dalam mewujudkan visinya.
“Mari bersama-sama menjaga keutuhan sumber daya alam dan konservasi. Ini adalah tanggung jawab kita semua,” ajak Eyang Memet.
Melalui kerja keras dan kolaborasi, yayasan ini berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian lingkungan Kabupaten Bandung. Semoga langkah-langkah ini menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus menjaga alam sebagai warisan berharga.