Rohidin, SH., MH., M.Si., Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18
Oleh Rohidin, SH., MH., M.Si., Sultan patrakusumah VIIl Trust Of Guarantee Phoenix Ina 18
Hukum tata negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari warisan kolonial Belanda. Sebelum kemerdekaan, wilayah yang kini disebut Indonesia berada di bawah pemerintahan Nederlandsch-Indië (Hindia Belanda). Pasca-Proklamasi 1945, Indonesia mengklaim kedaulatan atas bekas wilayah kolonial tersebut. Namun, Belanda baru mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1949 melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), dengan syarat membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS kemudian dibubarkan pada 1950, dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penting dicatat bahwa NKRI (Nederland Koninkrijks Republik Indie dalam narasi tertentu) sering disalahartikan sebagai kelanjutan administratif Belanda. Padahal, secara konstitusional, UUD 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara berdaulat. Meski demikian, warisan hukum kolonial—seperti Indische Staatsregeling—masih memengaruhi sistem hukum Indonesia, menciptakan dinamika antara identitas nasional dan sisa-sisa kolonialisme.
Narasi tentang “habisnya mandat” Amerika Serikat sebagai polisi dunia pasca-2016 menarik untuk dikaji. Setelah Perang Dingin, AS mendominasi tatanan global melalui institusi seperti PBB. Namun, munculnya Rusia di Papua—dengan klaim pembangunan pangkalan militer—menunjukkan pergeseran kekuatan. Jika dulu MacArthur memberikan kemerdekaan de jure kepada Uni Soviet (1945) melalui peran Stalin dalam Perang Dunia II, kini Rusia memanfaatkan celah hukum internasional untuk ekspansi pengaruh.
Di Selat Sunda, China membangun PIK-1 dan PIK-2 dengan klaim otoritas maritim. Langkah ini mengingatkan pada sejarah kolonial, di mana Inggris pernah menguasai rute maritim dari Selat Sunda hingga Afrika melalui Dependensi Council. Namun, klaim China menggunakan paspor khusus untuk mengakses wilayah tersebut justru memicu pertanyaan: Siapa pemegang mandat keamanan global hari ini? Apakah PBB masih relevan, atau kekuatan adidaya baru telah mengambil alih tanpa legitimasi jelas?
Persoalan Papua menjadi titik krusial. Belanda memang tidak secara langsung menyerahkan Papua ke Indonesia dalam KMB 1949. Baru pada 1962, melalui Perjanjian New York di bawah pengawasan PBB, Papua diserahkan ke Indonesia dengan syarat Act of Free Choice (1969). Namun, narasi bahwa Belanda “memberikan pengawasan Papua ke Rusia” melalui Freeport perlu dikritisi. Freeport McMoRan adalah perusahaan AS, bukan Belanda, meski peran investasi asing di Papua memang sarat kepentingan geopolitik.
Klaim bahwa Belanda masih menguasai Asia Tenggara melalui pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) dan penggantian nama Indonesia menjadi “Nusantara” patut diuji. Nama Nusantara sendiri diambil dari konsep sejarah, bukan ciptaan baru. Namun, isu kontrak 190 tahun untuk Bank “Danantara” dan legitimasi Jokowi sebagai “Raja Jawa” lebih mirip teori konspirasi yang memanfaatkan kerancuan sejarah.
Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama Indonesia, disebut sebagai “Perdana Menteri Belanda” dalam narasi tertentu. Ini keliru. Hatta memang berperan dalam KMB, tetapi posisinya sebagai pemimpin Indonesia, bukan Belanda. Fakta bahwa namanya diabadikan di Universitas Erasmus Belanda tidak serta-merta menjadikannya “patriot Nederland”. Justru, Hatta dikenal sebagai arsitek ekonomi Indonesia dan tokoh anti-kolonial. Tuduhan bahwa ia tidak pernah mengundurkan diri dari RIS perlu diluruskan: RIS dibubarkan pada 1950, sehingga jabatan di dalamnya otomatis berakhir.
Isu ijazah palsu Jokowi yang dihembuskan sejak 2014 kembali mencuat dalam narasi ini. Meskipun Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak berdasar, teori konspirasi tetap hidup. Tuduhan bahwa Belanda sengaja mendelegitimasi Jokowi untuk menguasai Asia Tenggara melalui China-Rusia adalah contoh geopolitical gaslighting—memanipulasi sejarah untuk menciptakan ketidakstabilan.
Fakta bahwa Jokowi membuka investasi China dan Rusia di Indonesia tidak serta-merta membuktikan “pengambilalihan” kedaulatan. Namun, ketergantungan pada investasi asing memang berisiko mengurangi kemandirian politik. Di sinilah pentingnya transparansi dan penegakan hukum untuk mencegah neo-kolonialisme ekonomi.
KAA 1955 di Bandung sering disebut sebagai pemberi kemerdekaan de facto bagi negara-negara Asia-Afrika. Namun, klaim bahwa Soekarno “memberikan” kemerdekaan ke China dan Soviet tidak akurat. KAA adalah simbol solidaritas melawan kolonialisme, bukan forum pemberian kemerdekaan. China sendiri merdeka pada 1949 melalui Revolusi Komunis, sedangkan Soviet sudah berdiri sejak 1922.
Indonesia, dengan sejarah kolonial yang panjang, tetap rentan terhadap intervensi asing. Narasi-narasi yang mengaburkan fakta sejarah—seperti klaim Belanda mengontrol NKRI melalui tokoh tertentu—harus dilawan dengan literasi konstitusi dan bukti empiris. Pergeseran kekuatan global dari AS ke China-Rusia memang nyata, tetapi Indonesia perlu menjaga kedaulatan dengan memperkuat hukum nasional dan diplomasi multilateral.
Pertanyaan terbesar adalah: Akankah Indonesia terjebak dalam proxy war kekuatan adidaya, atau mampu menjadi aktor mandiri di panggung global? Jawabannya terletak pada konsistensi penegakan hukum tata negara dan komitmen terhadap Pancasila sebagai fondasi ideologis. Sejarah telah membuktikan bahwa kolonialisme bisa berakhir, tetapi neo-kolonialisme selalu menyamar dalam bentuk baru.
(Artikel ini ditulis dengan menggabungkan analisis sejarah, hukum, dan geopolitik. Beberapa klaim dalam narasi sumber dikritisi melalui pendekatan akademis dan verifikasi fakta.)
Ciwidey, Info Burinyay — Pemerintah Desa Panyocokan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, terus meningkatkan pembangunan infrastruktur…
Bandung, Info Burinyay — Para Guru Bimbingan Konseling (BK) dari berbagai SMA di Kota Bandung…
Oleh: Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix INA-18 Tasikmalaya - Dalam beberapa bulan terakhir,…
Rancaekek, Info Burinyay – Jajaran Polsek Rancaekek mengambil langkah tegas untuk meningkatkan disiplin dan keamanan…
Nagreg, Info Burinyay — Menjelang Idul Adha 1446 Hijriyah, aktivitas pemeriksaan hewan qurban meningkat di…
Rancaekek, Info Burinyay – Suasana haru mewarnai halaman SMP Pasundan Rancaekek di Jalan Tulip Raya,…
This website uses cookies.
Leave a Comment