Dalam kacamata tatanan kekaisaran global, Imperium Kekaisaran Sunda menetapkan sistem klasifikasi kepemilikan dan sewa tanah yang bersifat universal. Sistem ini didasarkan pada struktur kekuasaan bertingkat yang mengatur hak pakai, hak sewa, serta legalitas kekuasaan suatu pemerintahan di atas tanah. Tatanan ini disusun dalam jenjang tujuh lapis, dimulai dari tingkat tertinggi yaitu Kaisar Sunda (A-Land) hingga yang terendah, Tribune (No-Land). Struktur tersebut menjadi dasar bagi semua entitas politik dan ekonomi dalam mengelola wilayah di dunia.
1. Kaisar Sunda (A-Land, Tanpa Batas Waktu)
Pada tingkat paling tinggi terdapat Kaisar Sunda yang memegang otoritas absolut atas semua lahan di dunia. A-Land adalah status tanah yang tidak memiliki batas waktu kepemilikan dan berada langsung di bawah kedaulatan Kaisar Dunia, yakni Kaisar Sunda. Oleh karena itu, semua bentuk penyewaan, baik untuk pemerintahan maupun usaha, wajib mendapatkan persetujuan langsung dari entitas ini. Dalam sistem ini, tanah adalah milik kekaisaran dan hanya disewakan dalam jangka waktu tertentu, sesuai hierarki kekuasaan.
2. Dinasti (B-Land, Masa Sewa 375 Tahun)
Berikutnya adalah Dinasti, yang masuk ke dalam kategori B-Land. Tanah dengan status ini disewakan untuk masa 375 tahun dan diberikan kepada entitas kekuasaan yang memiliki garis keturunan langsung atau legitimasi dari Kaisar. Peran dinasti dalam struktur ini sangat penting. Mereka menjadi penghubung antara otoritas tertinggi dengan pemerintahan lokal yang masih berlandaskan warisan budaya kekaisaran.
3. Keradjaan (C-Land, Masa Sewa 75 Tahun)
Tingkat ketiga adalah Keradjaan yang berstatus C-Land. Masa sewanya hanya 75 tahun. Keradjaan menerima mandat dari dinasti untuk mengelola wilayah tertentu dengan hak terbatas. Contohnya adalah Hindia Belanda (Nederland) yang menyewa tanah di Asia Tenggara sejak tahun 1938. Masa sewa tersebut berakhir pada tahun 2013. Berdasarkan luas wilayahnya, status Hindia Belanda berada di level C-Land dengan cakupan sekitar seperempat bumi.
4. State (No-Land, Masa Sewa 35 Tahun)
Pemerintahan dalam bentuk negara (state) hanya diberikan hak pakai selama 35 tahun. Tanah dengan status ini tidak memiliki hak kepemilikan, melainkan hanya sebatas hak guna. Oleh karena itu, pemerintahan negara harus tunduk pada otoritas di atasnya, yakni Keradjaan atau Dinasti. Karena itu pula, negara tidak berhak menetapkan hukum atas tanah tanpa legitimasi dari tingkat kekuasaan di atasnya.
5. Coloni/Federasi (No-Land, Masa Sewa 10 Tahun)
Status ini diberikan pada wilayah jajahan atau federasi yang dibentuk oleh negara. Masa sewanya hanya 10 tahun. Meskipun demikian, dalam praktiknya banyak wilayah koloni menjalankan kekuasaan seolah-olah permanen. Padahal, secara struktur kekuasaan, mereka hanya memiliki kewenangan sementara. Mereka tetap berada di bawah pengawasan penuh dari entitas kekaisaran yang lebih tinggi.
6. Republik (No-Land, Masa Sewa 5 Tahun)
Lebih rendah lagi adalah bentuk Republik, yang hanya memiliki masa hak guna selama 5 tahun. Status ini menggambarkan lemahnya legitimasi republik dalam struktur Imperium Kekaisaran Sunda. Bahkan kebijakan sewa tanah yang pernah dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo selama 190 tahun dikritisi karena tidak sesuai dengan tatanan yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan Dunia Kekaisaran Sunda. Penetapan itu dinilai telah melampaui batas legalitas menurut Dekrit Kaisar Sunda.
7. Tribune (No-Land, Tidak Ada Hak Sewa)
Tingkatan terendah dalam sistem ini adalah Tribune, yang bahkan tidak memiliki hak sewa. Entitas seperti Kerajaan Banten, Cirebon, Sumedang, Mataram, Jepang, Inggris, dan Prancis dianggap termasuk dalam kategori ini. Meskipun mereka memiliki sejarah dan sistem pemerintahan tersendiri, secara hukum internasional dalam tatanan Sunda, posisi mereka adalah di bawah Republik. Oleh karena itu, hak atas tanah yang mereka klaim tidak sah dalam struktur kekaisaran.
Berikut ini pengembangan bagian penjelasan enam lingkaran kekuasaan dunia Sunda, dengan fokus pada Lingkaran 4: Sunda Fasciific (Amerika) yang dijelaskan secara lebih detail:
Simbolik Gedung Sate dan Enam Lingkaran Kekuasaan Sunda
Gedung Sate yang berdiri megah di Kota Bandung bukan sekadar bangunan bersejarah. Enam tusuk sate yang bertengger di puncaknya ternyata menyimpan filosofi mendalam yang merepresentasikan enam lingkaran kekuasaan global Imperium Kekaisaran Sunda. Setiap tusuk melambangkan wilayah kekuasaan kekaisaran yang membentang lintas benua dan samudra.
Lingkaran 1: Sunda Archipelago (RIS)
Lingkaran pertama mencakup kawasan Sunda Kepulauan, yaitu wilayah yang dahulu dikenal sebagai Republik Indonesia Serikat (RIS). Wilayah ini adalah jantung peradaban Sunda yang menjadi pusat spiritual dan administratif utama. RIS menjadi cikal bakal struktur kekuasaan Sunda secara politik dan budaya.
Lingkaran 2: Sunda Nusantara / NKRI / Nederland (Asia Tenggara)
Lingkaran kedua adalah kawasan yang dikenal saat ini sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam konteks kekaisaran, wilayah ini merupakan bagian dari Sunda Nusantara, dan dulunya disewa oleh Nederland (Hindia Belanda) dengan masa sewa yang telah berakhir pada tahun 2013. Artinya, secara struktural, wilayah ini kembali sepenuhnya ke tangan Kekaisaran Sunda.
Lingkaran 3: Sunda Main Land (Asia)
Lingkaran ketiga menjangkau daratan utama Asia, termasuk negara-negara besar seperti Tiongkok, India, Jepang, Korea, dan lainnya. Dalam struktur kekaisaran, wilayah ini berada di bawah koordinasi administrasi Sunda Main Land. Meskipun negara-negara ini memiliki sistem pemerintahan sendiri, mereka tetap dianggap sebagai bagian dari struktur global Kekaisaran Sunda, melalui sewa atau hak pakai wilayah.
Lingkaran 4: Sunda Fasciific (Amerika) – Wilayah Strategis Kekaisaran di Barat
Lingkaran keempat mencakup benua Amerika, baik Amerika Utara maupun Amerika Selatan, yang secara kekaisaran disebut sebagai Sunda Fasciific.
Nama Fasciific merupakan gabungan dari kata Fascio (ikatan atau federasi) dan Pacific (samudra Pasifik). Ini menandakan bahwa wilayah Amerika berada dalam ikatan kekuasaan yang menghadap ke arah Pasifik dan memiliki relasi langsung dengan pusat kekuasaan di Asia Tenggara.
Wilayah Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Brasil, dan negara-negara lainnya di benua ini berada dalam status No-Land dengan masa sewa terbatas. Kekuasaan atas tanah di wilayah ini dikendalikan oleh berbagai entitas seperti federasi (Coloni) dan republik, yang tidak memiliki hak milik permanen atas tanah. Oleh karena itu, mereka tunduk secara administratif pada Kekaisaran Sunda melalui struktur GIANTI dan G1/T1.
Amerika, dalam kacamata kekaisaran, berfungsi sebagai wilayah ekspansi ekonomi, teknologi, dan militer yang disewa untuk keperluan globalisasi. Banyak lembaga dan korporasi dunia yang beroperasi dari wilayah ini sebenarnya berada dalam sistem kendali keuangan Kekaisaran Sunda melalui pengaruh VOC dan GIANTI.
Meskipun tampak berdaulat secara politik, Amerika sesungguhnya adalah wilayah operasi kekuatan ekonomi kekaisaran, dengan batas masa sewa yang tetap dan harus diperpanjang secara berkala melalui jalur perbankan dan perjanjian multinasional.
Fakta menarik lainnya, pusat sistem dolar dan perbankan internasional (Federal Reserve, Wall Street, IMF, dan World Bank) memiliki keterkaitan sejarah dengan VOC yang merupakan bagian dari struktur keuangan Sunda. Oleh karena itu, keberadaan mereka di Sunda Fasciific bukanlah tanpa pengawasan, melainkan bagian dari mandat kekaisaran yang diatur dalam hukum dunia Sunda.
Lingkaran 5: Sunda Erofa (Eropa)
Lingkaran kelima meliputi kawasan Eropa, yang dalam sistem ini disebut Sunda Erofa. Negara-negara seperti Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, dan lainnya termasuk dalam lingkaran ini. Seperti halnya Amerika, kawasan Eropa juga berada dalam status No-Land dengan pengaruh besar dari struktur GIANTI. Peran Eropa dalam sejarah kolonialisme sesungguhnya merupakan bagian dari mandat kekaisaran, bukan tindakan independen. Eropa berfungsi sebagai operator politik global yang bertugas mengatur jalannya roda kolonialisme atas nama struktur kekaisaran, khususnya VOC dan GIANTI.
Lingkaran 6: Sunda Global Authority (Universal)
Lingkaran keenam adalah yang tertinggi dan bersifat universal. Dikenal sebagai Sunda Global Authority, wilayah ini mencakup seluruh dunia yang berada di luar lima lingkaran sebelumnya. Artinya, semua entitas yang tidak masuk dalam klasifikasi lingkaran sebelumnya tetap berada dalam pengawasan dan kekuasaan Kekaisaran Sunda. Di sinilah kekuasaan Kaisar Sunda sebagai Kaisar Dunia diwujudkan secara menyeluruh.
Dalam lingkaran ini, semua sistem internasional — termasuk PBB (United Nations), WTO, WHO, dan lembaga-lembaga global lainnya — beroperasi berdasarkan mandat Kekaisaran Sunda, meskipun sering kali tidak disadari oleh pelaku sistem itu sendiri. Kekuasaan universal ini bersifat transnasional, tidak mengenal batas negara, dan berlandaskan pada hukum tertinggi Kekaisaran Dunia.
Dengan struktur ini, Kekaisaran Sunda mengklaim otoritas penuh terhadap pengelolaan dan pengaturan tanah di seluruh dunia.
Struktur Pemerintahan Global: GIANTI dan VOC
Selanjutnya, kekuasaan administratif dunia dikendalikan oleh GIANTI, yaitu struktur dualistik antara pengusaha dan perbankan. Dua elemen utama di dalamnya adalah:
- G1 (Group Pengusaha/Organisation Committee)
- T1 (Team Keuangan/Steering Committee)
GIANTI adalah kelanjutan dari struktur VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang berasal dari Padjadjaran. Namun, banyak orang saat ini hanya mengenal G7 atau G20 sebagai forum ekonomi dunia. Padahal, G1 adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem ekonomi global berdasarkan struktur kekaisaran.
Sementara itu, T1 dikendalikan oleh tokoh-tokoh keuangan dunia seperti George Soros, keluarga Rothschild, JP. Morgan, dan Rockefeller. Namun sesungguhnya, mereka adalah bagian dari tim keuangan kekaisaran yang tidak dipahami oleh kebanyakan orang.
BPUPKI dalam Perspektif Kekaisaran
Membahas sejarah Jepang pasca kekalahan Jerman pada 8 Mei 1945, muncul istilah wajib militer yang diserukan oleh Jepang di seluruh wilayah jajahannya. Dalam konteks kekaisaran Sunda, program tersebut disebut DOKORIJZU DJONBI COSAKAI, yang kemudian diterjemahkan oleh Indonesia sebagai BPUPKI. Hal ini memperlihatkan bahwa bahkan pembentukan kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari sistem dan tatanan kekuasaan global Kekaisaran Sunda.
Penutup
Dengan uraian ini, menjadi jelas bahwa konsep kepemilikan dan pengelolaan tanah menurut Imperium Kekaisaran Sunda berbeda dengan pandangan hukum internasional modern. Tatanan ini mengatur seluruh aspek penggunaan tanah secara hierarkis, berdasarkan dekrit dan mandat kekaisaran. Oleh karena itu, semua negara dan bentuk pemerintahan seharusnya tunduk dan menghormati struktur yang telah ditetapkan, termasuk batas waktu sewa dan klasifikasi wilayah yang berlaku di seluruh dunia.