Jakarta, Info Burinyay — Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, ia memicu kontroversi setelah menyampaikan gagasan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (Bansos).
Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah, menyampaikan kritik tegas atas pernyataan tersebut. Ia menilai KDM gegabah dalam menyampaikan usulan yang menyentuh persoalan sensitif.
“Saya dan sejumlah tokoh di Jawa Barat sangat menyesalkan ucapan KDM soal vasektomi. Pernyataannya terlalu ceroboh dan kurang dipikirkan secara matang,” ujar Toto saat memberi keterangan di Jakarta, Sabtu (3/5/2025).
Toto meminta KDM lebih berhati-hati dalam menyampaikan gagasan ke publik. Ia mengingatkan bahwa isu keluarga dan hak reproduksi bukan sekadar angka atau syarat administratif. Dalam hal ini, pemimpin daerah seharusnya mempertimbangkan sudut pandang berbagai pihak.
Menurutnya, sebelum bicara di ruang publik, KDM wajib mendengar pendapat ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, serta pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Seorang pemimpin seharusnya tidak asal bicara. Ia mesti melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berkomentar, terutama soal yang menyangkut hak dasar warga,” tegas Toto.
Ia juga menyoroti euforia publik terhadap KDM yang justru dapat menjadi jebakan. Toto menilai, dukungan masyarakat jangan membuat seorang pemimpin merasa bebas berbicara tanpa batas.
“Berbagai pernyataan blunder dari KDM bisa mempercepat berakhirnya ‘bulan madu’ antara dirinya dengan warga Jabar,” lanjutnya.
Toto memahami semangat KDM dalam memastikan Bansos tepat sasaran. Namun, ia menilai bahwa mengaitkan kemiskinan dengan jumlah anak merupakan kesimpulan yang terlalu sederhana.
Dalam pandangan Islam, anak merupakan anugerah yang harus disyukuri. Islam memang tidak melarang keluarga yang memilih hanya memiliki satu atau dua anak. Namun, Islam juga tidak membenarkan adanya paksaan dalam keputusan tersebut.
“Program Keluarga Berencana (KB) dari pemerintah pusat hanya bersifat edukatif, bukan memaksa. Keputusan tetap berada di tangan masyarakat,” ujar Toto.
Ia menegaskan bahwa pemaksaan terhadap warga untuk menjalani vasektomi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Menurutnya, hal tersebut jelas merupakan bentuk diskriminasi.
Toto juga mengingatkan bahwa fatwa MUI secara tegas mengharamkan vasektomi, kecuali dalam keadaan darurat medis. Karena itu, ia menilai usulan KDM tidak hanya melanggar hak, tetapi juga bertentangan dengan ajaran agama.
“Fatwa memang membolehkan vasektomi dalam kasus medis tertentu. Tapi jelas tidak untuk alasan administratif seperti Bansos,” tegasnya.
Toto kemudian menjelaskan prosedur vasektomi secara medis. Ia menyebut bahwa metode ini melibatkan pemotongan saluran sperma di dalam skrotum. Dengan begitu, vasektomi menyebabkan pria tidak lagi memiliki kemampuan membuahi.
Ia mengingatkan KDM agar tidak gegabah dalam merumuskan kebijakan. Toto juga meminta gubernur untuk berdiskusi dengan para ahli hukum, medis, dan tokoh agama sebelum mengambil keputusan terkait isu-isu penting seperti ini.
“Jangan sampai kebijakan yang diambil justru melanggar konstitusi, mencederai nilai agama, dan menimbulkan ketidakadilan,” tutup Toto.