Perang Iran vs Israel dan Potensi Perang Dunia III : Analisis Hukum, Geopolitik dan Kepentingan Global (photo-ilustrasi)
Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si.
Sultan Patrakusumah VIII Trust Guarantee Phoenik INA 18
Ketua Umum Darma Siliwangi Nusantara (DSN)
Ketegangan antara Iran dan Israel bukan lagi hal baru dalam peta geopolitik Timur Tengah. Namun, eskalasi yang terjadi pasca serangan terhadap fasilitas diplomatik Iran di Damaskus, Suriah, telah mendorong dunia pada jurang perang besar, bahkan membuka potensi dimulainya Perang Dunia III. Pertarungan ini tidak lagi hanya antara dua negara, melainkan telah menyentuh simpul-simpul kepentingan global yang rumit, melibatkan Amerika Serikat, China, Rusia, Pakistan, dan Inggris.
Sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Iran memiliki hak hukum internasional untuk melakukan pembelaan diri. Pasal 51 Piagam PBB secara eksplisit mengatur bahwa setiap negara berhak mempertahankan diri jika menjadi korban serangan bersenjata, baik secara individu maupun kolektif. Prinsip ini akan berlaku hingga Dewan Keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Dengan merujuk pasal tersebut, Iran berargumen bahwa serangan terhadap fasilitas diplomatiknya di Damaskus oleh Israel merupakan agresi yang sah dibalas secara proporsional. Iran pun mengklaim tidak melanggar hukum internasional, tetapi justru menjalankan hak legalnya untuk membela diri dari tindakan permusuhan Israel yang dinilai sebagai bentuk agresi.
Sementara itu, Israel menuding Iran berniat melakukan genosida terhadap negara Yahudi tersebut. Tuduhan ini diperkuat dengan narasi bahwa Iran terus mengembangkan program nuklirnya untuk tujuan militer. Namun, tuduhan semacam ini tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah—seperti halnya ketika Amerika Serikat menuduh Irak memiliki senjata pemusnah massal pada awal 2000-an. Tuduhan tersebut berujung pada invasi besar-besaran, namun hingga rezim Saddam Hussein tumbang, tak satu pun senjata kimia ditemukan.
Pertanyaannya: apakah sejarah akan berulang? Apakah dunia akan kembali terjerumus ke dalam konflik besar yang dipicu oleh asumsi dan narasi politis, bukan bukti faktual yang sah?
Amerika Serikat adalah pendukung utama Israel, baik dalam logistik militer maupun dalam forum internasional. Selama ini, AS telah memasok pesawat tempur, rudal, dan sistem pertahanan canggih kepada Israel. Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa AS tidak hanya ingin menjadi penyokong, tetapi juga berpotensi menjadi pelaku langsung dalam perang.
Ada setidaknya empat alasan utama mengapa AS mempertimbangkan untuk terlibat secara militer:
Namun, sejumlah analis menyatakan bahwa AS seharusnya menghindari keterlibatan langsung. Salah satunya, Benjamin Friedman dari Defense Priorities Foundation, mengatakan bahwa intervensi AS adalah “lempar koin” yang terlalu berisiko bagi stabilitas global.
China, melalui Duta Besarnya di PBB, telah mengecam keras tindakan Israel. Negara tersebut menegaskan bahwa serangan terhadap fasilitas diplomatik Iran adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Lebih dari sekadar retorika, sikap China mencerminkan dukungan strategisnya terhadap Iran.
Ada tiga alasan utama di balik dukungan China:
Rusia menjalin hubungan erat dengan Iran dalam rangka memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Kepentingan Rusia bukan hanya politis, tetapi juga militer. Iran menjadi mitra dalam memperkuat posisi Rusia di kawasan yang terus memanas.
Di sisi lain, Pakistan menyuarakan dukungan penuh kepada Iran. Dalam pidato Menteri Pertahanannya, Pakistan menyerukan persatuan umat Muslim untuk melawan Israel. Negara ini menyatakan akan mendukung Iran di setiap forum internasional, sekaligus menyoroti perlunya solidaritas Islam global terhadap penderitaan Palestina dan pelanggaran hukum internasional oleh Israel.
Tak bisa dipungkiri, Inggris adalah salah satu arsitek berdirinya negara Israel melalui Deklarasi Balfour tahun 1917. Sebagai warisan kolonial yang masih berpengaruh hingga kini, Inggris tetap menjadi sekutu strategis Israel. Dukungan ini didasarkan pada sejarah, komitmen politik, dan kesamaan kepentingan geopolitik.
Melihat kompleksitas dan skala konflik, Perserikatan Bangsa-Bangsa harus segera mengambil tindakan nyata. Dunia membutuhkan peran aktif PBB sebagai penengah yang independen dan kuat. Bukan hanya menghentikan perang, tetapi juga menyeret pelaku kejahatan perang ke Mahkamah Internasional.
Sudah saatnya PBB menunjukkan relevansinya kembali di panggung global, sesuai dengan visi dan misinya: menjaga perdamaian dunia. Jika tidak, maka organisasi ini akan kehilangan wibawanya dan membiarkan dunia tergelincir ke jurang perang global yang menghancurkan peradaban.
Konflik Iran dan Israel bukan lagi konflik bilateral biasa. Ia telah menjelma menjadi titik temu kepentingan global yang mencerminkan ketegangan antara kekuatan besar dunia. Dari AS, China, Rusia, hingga Pakistan dan Inggris—semuanya memiliki kepentingan masing-masing.
Hanya langkah kolektif, diplomatik, dan bermartabat dari komunitas internasional yang mampu mencegah bencana besar ini berubah menjadi Perang Dunia III. Dan itu, hanya bisa dicapai jika semua pihak memegang prinsip keadilan, bukan sekadar kepentingan sepihak.
Cikancung, Info Burinyay — Remaja dari sembilan desa di Kecamatan Cikancung mengikuti Grand Final Duta…
Cileunyi, Info Burinyay – Persiapan matang dilakukan jajaran pendidikan Kecamatan Cileunyi menjelang keikutsertaan pada ajang…
Cikancung, Info Burinyay – Pemerintah Kecamatan Cikancung meluncurkan dua inovasi digital untuk meningkatkan kualitas layanan…
Rancaekek, Info Burinyay - Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung kembali menggelar Spirit Bedas Job Fair 2025…
Jakarta, Info Burinyay — Ketua Dewan Pakar PWI Pusat, Sayid Iskandarsyah, menunjuk Kantor Hukum Mr…
Soreang, Info Burinyay — Bupati Bandung, H. Dadang Supriatna, memberikan ucapan selamat kepada Asep Syahrial,…
This website uses cookies.
Leave a Comment