Info Burinyay
Opini

One Law One Justice: Seruan Keadilan Sultan Patrakusumah VIII di Tengah Krisis Global

Sultan Patrakusumah VIII Trustee Guarantee Phoenix Ina 18 (photo-red)

Tasikmalaya, Info Burinyay – Dalam forum Zoom Meeting manajemen internasional di Den Haag, Sultan Patrakusumah VIII menyampaikan sebuah pidato tegas dan menggugah. Ia menyoroti situasi dunia yang semakin mengarah pada kekacauan dan ketegangan militer, sekaligus mempertanyakan arah keadilan global yang sedang berjalan. Melalui pernyataan terbuka ini, Sultan tidak hanya mengkritik sistem yang berjalan, tetapi juga mengajak seluruh bangsa untuk mengevaluasi ulang makna keadilan sejati di tengah dinamika geopolitik dan krisis ekonomi internasional.

Sebagai pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, Sultan Patrakusumah VIII menyesalkan bahwa dunia saat ini semakin dekat dengan zona konflik terbuka. Padahal, menurutnya, seharusnya upaya kolektif melalui lembaga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat meminimalisir eskalasi tersebut. Ia menekankan bahwa perekrutan sumber daya manusia yang tidak relevan hanya memperkeruh keadaan dan menambah beban global.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa posisi bangsa dan negaranya tidak condong pada salah satu kutub konflik. “Kami tidak pro arah kompas,” tegasnya. Ini menjadi penegasan penting bahwa netralitas bukan berarti pasif, tetapi justru menjadi upaya aktif dalam menjaga perdamaian dan kedaulatan hukum.

Krisis Global: Lebih Berat dari Era 1996–1998

Menurut Sultan, krisis ekonomi global saat ini jauh lebih berat dibandingkan krisis moneter Asia pada 1996–1998. Saat itu, dampak ekonomi masih terbatas pada sektor finansial dan perdagangan. Namun kini, ketegangan politik, ketidakadilan sosial, dan instabilitas hukum saling terhubung, menciptakan badai multidimensi yang sulit diprediksi.

Sultan mendukung siapa pun yang terlibat dalam konflik, baik prajurit maupun pemimpin, dengan satu catatan penting: berangkatlah dengan niat ikhlas demi bangsa, bukan untuk kepentingan pribadi. Di sinilah ia mengangkat istilah “berangkat dari ikhlas” sebagai fondasi moral dalam bertindak, termasuk dalam peperangan.

Baca Juga
Mengungkap Rahasia Kekuatan Nasional: Faktor Penentu Kejayaan Negara

Tuntaskan Perang Secara “Update dan Upgrade”

Alih-alih melanggengkan konflik, Sultan mengajak agar semua pihak memperbaiki sistem — baik perangkat lunak maupun keras — agar peperangan tidak menjadi siklus destruktif yang tiada akhir. Ia menginginkan adanya resolusi atau bahkan revolusi demi menciptakan tata dunia yang lebih adil.

Dengan tegas ia berkata, “Dimana ada start, saya harapkan ada finis.” Artinya, setiap konflik harus memiliki akhir yang jelas, bukan terjebak dalam lingkaran kerugian tanpa tujuan. “Kalau berperang, anggaplah pigting (sparring),” lanjutnya. Ini menunjukkan sikap bijak bahwa konflik seharusnya melatih kekuatan moral dan intelektual, bukan sekadar menunjukkan superioritas senjata.

Namun, Sultan juga mengkritik bahwa sejauh ini belum ada yang benar-benar menang. Yang ada hanya kerusakan dan penderitaan. Bahkan, masyarakat non-kombatan pun terkena dampak, termasuk asap konflik yang menyelimuti langit peradaban.

Empat Pilar Keadilan: Fondasi Hukum Sejati

Sultan menyoroti empat pilar keadilan sebagai dasar hukum universal:

  1. Yuridise Justice – keadilan hukum yang bersumber dari norma dan konstitusi.
  2. Individual Justice – keadilan bagi tiap individu, tanpa diskriminasi.
  3. Sosial Justice – keadilan bagi kelompok rentan dan masyarakat secara kolektif.
  4. Masrakat Justice – keadilan berbasis aspirasi dan nilai komunitas lokal.

Namun, ia dengan lantang menyatakan bahwa “Hukum ini tidak ada.” Pernyataan ini bukan penolakan terhadap hukum itu sendiri, melainkan kritik terhadap pelaksanaannya yang kerap tidak konsisten dan sarat kepentingan.

Sultan pun mengajak untuk meninjau kembali esensi hukum. Ia menegaskan bahwa hukum diciptakan oleh manusia, tetapi dilanggar juga oleh manusia. Maka, solusi satu-satunya adalah kembali kepada Yuridise Justice tanpa pandang bulu. “Salah ya salah, benar ya benar,” ujarnya. Prinsip ini harus menjadi dasar bagi hukum internasional, agar semboyan One Law One Justice tidak sekadar slogan, melainkan benar-benar diterapkan secara adil di seluruh dunia.

Baca Juga
Aa Maung Siap Dampingi Dadang Supriatna dalam Pilkada 2024

Penutup

Pidato Sultan Patrakusumah VIII ini bukan sekadar opini, melainkan cermin reflektif atas kondisi global. Dalam dunia yang diwarnai konflik dan krisis multidimensi, seruan untuk kembali pada keadilan universal menjadi sangat relevan. Ia menantang dunia untuk bangkit dari retorika dan menuju tindakan nyata — agar hukum ditegakkan, perdamaian diwujudkan, dan masa depan dunia ditentukan oleh kebijaksanaan, bukan oleh dominasi kekuatan semata.

Related posts

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.