Jakarta, Info Burinyay — Pernyataan bernada sindiran dari Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Herman Suryatman menyulut perhatian publik. Banyak pihak menilai pernyataan tersebut sebagai cerminan masalah serius dalam gaya kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi.
Direktur Riset Indonesian Political Studies (IPS), Arman Salam, menilai sindiran itu bukan sekadar insiden emosional sesaat. Ia menyebutnya sebagai peringatan tegas terhadap tata kelola pemerintahan yang saat ini berjalan tidak seimbang. Ia menyampaikan pandangan itu dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
“Meski secara simbolik Wagub dan Sekda sudah berdamai, masalah utamanya tetap belum tersentuh,” ujar Arman. Ia menambahkan bahwa reaksi Wagub merupakan akumulasi dari kekecewaan mendalam. Selama ini, Erwan diduga memendam ketidakpuasan karena kurangnya pelibatan dalam tugas pemerintahan.
Insiden itu muncul saat Erwan diminta memberikan tanggapan terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024. Ia menyampaikan bahwa dirinya dan Dedi Mulyadi belum menjabat pada masa itu. Oleh karena itu, menurut Erwan, Sekda seharusnya hadir untuk menjelaskan rincian penggunaan anggaran. Namun kenyataannya, Sekda justru tidak menghadiri rapat paripurna.
Lebih lanjut, Erwan juga mengkritik absennya Sekda dari kantor pemerintahan. Ia menyampaikan bahwa Sekda seharusnya menjadi komandan ASN yang wajib hadir dan mengelola operasional birokrasi. Sebaliknya, Erwan sendiri mengaku terus hadir setiap hari untuk menjalankan tugas-tugas administratif.
Menurut Arman, pernyataan Erwan mengindikasikan ketimpangan peran di antara pejabat tinggi daerah. Ia mengamati bahwa Gubernur Dedi Mulyadi lebih banyak mendelegasikan kekuasaan dan tugas-tugas strategis kepada Sekda. Akibatnya, peran Wagub menjadi terpinggirkan.
“Hal ini tidak sehat dalam sistem pemerintahan,” kata Arman. Ia menganggap Wagub seolah hanya menggantikan peran Sekda yang sering absen. Padahal, seharusnya Sekda fokus mengurus manajemen internal dan ASN, bukan justru aktif mendampingi Gubernur dalam produksi konten.
“Setiap hari Wagub berada di kantor, sementara Sekda malah ikut Gubernur ke lapangan. Ini bukan pembagian tugas yang proporsional,” tegas Arman. Ia menyebut bahwa pola ini hanya akan merusak jalannya pemerintahan daerah.
Selain itu, Arman menyentil gaya kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi yang terlalu menekankan aspek pencitraan. Ia menyarankan agar Gubernur mengurangi aktivitas membuat konten, apalagi yang hanya memamerkan pemberian uang kepada warga miskin.
Menurut Arman, bila ingin membantu warga, sebaiknya dilakukan melalui kebijakan yang menyeluruh. “Kalau niatnya menolong masyarakat kecil, wujudkan dalam bentuk program yang berdampak luas. Bukan sekadar aksi simbolik di depan kamera,” ujarnya.
Ia juga meminta Gubernur membangun komunikasi yang lebih baik dengan mitra kerja seperti DPRD. Komunikasi dua arah akan memperkuat tata kelola dan mencegah konflik internal. Tanpa koordinasi yang baik, gesekan seperti yang terjadi antara Wagub dan Sekda bisa terus berulang.
Sebagai penutup, Arman menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh dalam struktur pemerintahan saat ini. Ia mendorong Dedi Mulyadi memperbaiki pola kerja dan memastikan setiap pejabat memiliki peran yang jelas serta seimbang.
“Gubernur harus memimpin dengan pendekatan kolektif, bukan personal. Bila tidak berubah, ketimpangan ini akan terus membebani kinerja pemerintahan di Jawa Barat,” tandasnya.