Tak Berkategori

Diam adalah Pengkhianatan: Indonesia Wajib Bertindak di Myanmar

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si., Sultan Patrakusumah VIII – Trustee Guarantee Phoenix INA 18

Konflik di Myanmar terus menimbulkan korban jiwa dan penderitaan sipil yang mendalam. Situasi ini memerlukan sikap tegas, terutama dari negara-negara besar di kawasan. Indonesia tidak boleh terus diam. Saat ini, kita harus mempertimbangkan langkah nyata yang lebih kuat, termasuk kemungkinan intervensi militer terbatas melalui mandat hukum internasional.

Penahanan WNI AP: Tanda Bahaya Hubungan Diplomatik

Otoritas Myanmar telah menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara kepada seorang WNI berinisial AP. Mereka menuduh AP melanggar Undang-Undang Anti-Terorisme dan UU Keimigrasian 1947, serta Pasal 17(2) Unlawful Associations Act. Mereka juga menuduh AP menjalin kontak dengan kelompok bersenjata yang dianggap organisasi terlarang.

Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Yangon langsung turun tangan. Mereka menyampaikan nota diplomatik, mendampingi pemeriksaan, menunjuk pengacara, dan menghubungkan AP dengan keluarganya. Namun, semua langkah ini tidak membuahkan hasil. Junta tetap memenjarakan AP tanpa proses yang adil.

Kasus ini bukan sekadar urusan hukum biasa. Ini adalah alarm keras yang menunjukkan betapa rezim militer Myanmar tak menghargai hubungan diplomatik dan perlindungan terhadap warga negara asing.

Oleh karena itu, Indonesia tidak cukup hanya melayangkan protes. Kita harus menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat Indonesia layak dibela dengan segala cara yang sah secara hukum.

Kejahatan Junta Myanmar: Genosida yang Terbukti

Sejak 2017, militer Myanmar telah melakukan kejahatan sistematis terhadap etnis Rohingya. Amerika Serikat menyatakan tindakan ini sebagai genosida.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Maret 2022 menyebutkan bahwa militer Myanmar terlibat dalam pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran desa. Penyelidik internasional mengungkapkan fakta memilukan: junta menenggelamkan keluarga, memperkosa perempuan secara brutal, dan mengusir satu juta orang dari kampung halamannya.

Kekejaman ini bukan isu lokal. Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang melanggar Konvensi Jenewa dan Piagam PBB. Dunia tidak boleh tinggal diam.

Sebagai bangsa yang menjunjung nilai kemanusiaan, Indonesia wajib menunjukkan keberpihakan pada korban, bukan pada pelaku.

ASEAN Gagal Menangani Krisis Myanmar

Konsensus lima poin yang disepakati ASEAN pada April 2021 kini tak lebih dari simbol kosong. Kekerasan masih terjadi. Bahkan baru-baru ini, junta mengeksekusi empat aktivis prodemokrasi tanpa proses hukum yang transparan.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk Amnesty International Indonesia, KontraS, Migrant Care, AJAR, dan Greenpeace Indonesia, menyatakan bahwa konsensus itu telah gagal total. Mereka mendesak ASEAN untuk bersikap tegas terhadap junta.

Dalam rangka memperingati HUT ke-55 ASEAN, mereka menyerukan langkah nyata, bukan hanya retorika. Mereka meminta ASEAN menghentikan pendekatan “non-interference” yang selama ini melumpuhkan respon terhadap pelanggaran HAM di Myanmar.

Indonesia, sebagai pemimpin kawasan, tidak boleh lagi bersembunyi di balik prinsip kedaulatan. Ketika genosida dan kekejaman terjadi di depan mata, prinsip tersebut tak lagi relevan.

Dasar Hukum Internasional untuk Intervensi: PBB Sudah Memberi Jalan

Piagam PBB dan mandat Dewan Keamanan menyediakan landasan hukum untuk intervensi militer dalam situasi darurat kemanusiaan. Indonesia bukan pendatang baru dalam misi penjaga perdamaian.

Melalui Kontingen Garuda, TNI telah terlibat dalam berbagai misi PBB seperti UNIFIL di Lebanon, UNAMID di Sudan, dan UNISFA di Abyei. Dalam setiap misi itu, prajurit Indonesia membuktikan profesionalisme, disiplin, dan komitmen pada kemanusiaan.

Dewan Keamanan PBB dapat memberikan mandat kepada Indonesia untuk menjalankan misi terbatas guna melindungi warga sipil di Myanmar. Intervensi ini dapat berupa pendirian zona aman, patroli kemanusiaan, atau perlindungan logistik kemanusiaan.

Langkah ini bukan pelanggaran kedaulatan, melainkan bagian dari tanggung jawab internasional untuk menghentikan kejahatan luar biasa.

Mengapa Indonesia Layak Memimpin Operasi Kemanusiaan di Myanmar

Indonesia memiliki kekuatan militer yang terlatih dan berpengalaman. Lebih dari itu, Indonesia juga memegang posisi strategis di kawasan dan dunia. Dengan menjadi inisiator misi kemanusiaan, Indonesia mempertegas peran globalnya.

Operasi ini tidak harus berupa invasi besar. Cukup dengan pengerahan pasukan elite dalam format penjaga perdamaian, serta pembentukan pos-pos kemanusiaan di wilayah-wilayah terdampak.

Selain itu, Indonesia dapat mendorong negara-negara sahabat seperti Jepang, India, dan Australia untuk ikut mendukung logistik dan diplomasi. Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya tampil sebagai kekuatan militer, tetapi juga sebagai lokomotif perdamaian regional.

Risiko Memang Ada, Tapi Diam Jauh Lebih Berbahaya

Sebagian kalangan mungkin mempertanyakan: apakah intervensi tidak akan menimbulkan konflik baru? Apakah Indonesia siap menghadapi konsekuensi politik dan diplomatik?

Jawaban tegasnya: setiap pilihan besar memang mengandung risiko. Namun, membiarkan kejahatan terus berlangsung adalah pilihan yang lebih buruk. Diam adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip kemanusiaan.

Sejarah akan mencatat, siapa yang berani berdiri di sisi korban, dan siapa yang memilih menjadi penonton bisu.

Indonesia harus masuk dalam catatan sejarah sebagai bangsa yang melindungi nilai-nilai mulia.

Penutup: Keberanian Adalah Jalan Menuju Keadilan

Saat ini, Myanmar bukan hanya menghadapi krisis internal. Negara itu telah berubah menjadi arena pembantaian sistematis terhadap rakyatnya sendiri.

Dunia menunggu langkah tegas. ASEAN telah gagal. PBB perlu dorongan. Dan Indonesia harus bergerak.

Kita memiliki semua yang dibutuhkan: kekuatan diplomatik, kesiapan militer, dan landasan hukum internasional.

Maka tidak ada alasan untuk menunda. Demi keadilan, demi perdamaian, dan demi martabat manusia—Indonesia harus memimpin.

Jangan biarkan satu lagi anak kecil menjadi yatim karena peluru junta.

Jangan biarkan satu lagi perempuan menjerit karena kekejaman tanpa sanksi.

Bangsa besar tidak membiarkan kekejaman menang. Bangsa besar melawan, dengan kehormatan dan keberanian.

Redaksi

Leave a Comment

Recent Posts

Menulis untuk Menjadi Berkat: Visi Rizky Prasetya Handani dalam Menyentuh Hidup Lewat Karya Tulis

Dalam dunia yang semakin bising oleh konten instan dan pencitraan digital, muncul sosok Rizky Prasetya…

11 jam ago

Pemdes Cisondari Manfaatkan DD Tahun 2025, untuk Membangun Jalan Desa Perlancar Akses Transportasi

Pasirjambu, Info Burinyay - Pemerintah Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, langsung menindaklanjuti pencairan Dana…

17 jam ago

Pemdes Cikasungka Gelar 10 Muharram dan Pagelaran Budaya: Salurkan 1.000 Santunan dan Perlengkapan Jenazah untuk Warga

Cikasungka, Info Burinyay - Desa Cikasungka, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung, menjadi saksi kebersamaan warganya dalam…

1 hari ago

Wakil Ketua DPRD Dorong Sinergi Bersama FKPPI untuk Stabilitas Politik dan Pembangunan Kabupaten Bandung

Kab. Bandung, Info Burinyay — Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Dr. M. Akhiri Hailuki, M.Si.,…

2 hari ago

Peringati 10 Muharram, Pemdes Cikasungka Santuni 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa serta Bagikan Perlengkapan Jenazah

Cikasungka, Info Burinyay - Pemerintah Desa Cikasungka, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung, menggelar kegiatan sosial dan…

2 hari ago

Kepala Kesbangpol Kabupaten Bandung Buka Jambore Wawasan Kebangsaan dan Bakti Sosial

Kab. Bandung, Info Burinyay — Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bandung, H.…

2 hari ago

This website uses cookies.