Info Burinyay
HukumOpini

Menyongsong Indonesia Emas: Urgensi Reformasi Hukum Tata Negara

Menyongsong Indonesia Emas Urgensi Reformasi Hukum Tata Negara-(photo-ilustrasi-ai)

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si.Sultan Patrakusumah VIII Trustee Guarantee Phoenix INA 18

Indonesia berdiri di ambang perubahan besar. Visi Indonesia Emas 2045 menuntut kesiapan struktural, bukan hanya semangat seremonial. Sistem hukum tata negara yang berlaku saat ini telah menunjukkan banyak keterbatasan. Akibatnya, ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, dan sentralisasi kekuasaan terus terjadi.

Oleh karena itu, Indonesia harus berani merombak struktur hukum tata negaranya. Langkah ini bukan hanya sebuah pilihan rasional, melainkan juga keharusan sejarah yang tidak bisa ditunda lagi.

Kembali Menengok Arah Dasar Negara

Para pendiri bangsa melalui BPUPKI telah merancang dasar negara dengan visi mulia: mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mereka menginginkan negara yang mampu melindungi segenap bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum.

Namun demikian, dalam praktiknya, sistem hukum kita kerap menyimpang dari tujuan tersebut. Ketimpangan antarwilayah semakin memburuk. Layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan tidak tersebar secara merata. Bahkan, keadilan hukum hanya dinikmati segelintir kelompok.

Dengan kata lain, sistem hukum tata negara saat ini gagal menyentuh akar masalah yang dihadapi rakyat. Karena itulah, kita perlu kembali kepada semangat dasar konstitusi — namun dengan pendekatan yang kontekstual dan dinamis.

Mendesak: Penegasan HTN Berbasis Adat dan Geografi

Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan sangat beragam. Maka, satu model sistem tidak akan pernah cukup. Sistem yang terlalu sentralistik hanya akan merusak keseimbangan lokal dan menghancurkan kearifan adat yang telah teruji waktu.

Sebagai contoh, masyarakat Papua memiliki nilai hukum tersendiri yang berbeda dari masyarakat Aceh. Namun, sistem HTN saat ini belum memberikan tempat yang adil bagi keberagaman hukum lokal tersebut.

Baca Juga
LSM BAN dan KPK RI Perkuat Edukasi Antikorupsi di Jawa Barat

Oleh sebab itu, negara harus mengadopsi sistem hukum tata negara yang menghormati adat, geografi, dan budaya. Sistem ini tidak hanya memperkuat identitas daerah, tetapi juga membangun legitimasi negara di mata rakyat.

Selain itu, pendekatan ini akan menciptakan sistem pemerintahan yang lebih efektif, karena sesuai dengan kebutuhan lokal dan memperkuat rasa memiliki terhadap negara.

Membongkar Ulang Struktur dan Fungsi Negara

Struktur negara seharusnya memudahkan pelaksanaan kekuasaan secara transparan. Akan tetapi, yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Banyak lembaga negara tumpang tindih. Fungsi pengawasan menjadi lemah karena persekongkolan politik antarlembaga.

Misalnya, DPR seharusnya menjadi pengawas pemerintah. Namun, realitanya, banyak anggota DPR justru terlibat dalam praktik kolusi dengan eksekutif. Akibatnya, fungsi kontrol yang ideal menjadi ilusi.

Untuk itu, kita perlu menata ulang relasi antar lembaga negara secara proporsional. Setiap lembaga harus kembali kepada fungsinya masing-masing. Sementara itu, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama.

Dengan demikian, publik dapat menilai kinerja lembaga secara objektif, dan tidak lagi terperangkap dalam narasi politik semu.

Rakyat Bukan Objek, Tetapi Subjek Negara

Negara dibentuk untuk melayani rakyat, bukan menundukkan mereka. Namun, berbagai kebijakan publik justru lahir dari ruang tertutup dan tidak partisipatif. Akibatnya, rakyat merasa jauh dari kekuasaan.

Padahal, hukum tata negara seharusnya mengatur hubungan negara dan warga secara adil. Negara harus melindungi hak-hak dasar, termasuk akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Selain itu, hukum juga harus menjamin hak untuk berserikat, menyampaikan pendapat, dan mendapatkan keadilan.

Karena itu, perubahan sistem HTN harus berpihak kepada rakyat. Prinsip keadilan sosial tidak boleh hanya tertulis dalam konstitusi, melainkan juga hadir dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga
Jangan Cuma Cari Cepat Sukses, Tapi Kenali Dulu Siapa Dirimu

Menimbang Alternatif Sistem: Federasi, Parlemen, atau Presidensial?

Indonesia saat ini menganut sistem presidensial. Presiden berfungsi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem ini memberikan stabilitas, tetapi juga menyulitkan proses kontrol politik.

Sebaliknya, sistem parlementer memungkinkan parlemen untuk mengontrol pemerintah secara langsung. Namun, sistem ini rentan terhadap instabilitas politik jika tidak disertai dengan kedewasaan demokrasi.

Sementara itu, sistem federasi membuka peluang otonomi yang luas bagi daerah. Negara bagian dapat mengatur sendiri sebagian besar urusannya. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, sistem ini pantas untuk dipertimbangkan.

Namun demikian, transisi ke sistem federasi tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Prosesnya harus melalui dialog nasional dan penguatan institusi lokal. Jika dikelola dengan tepat, sistem ini bisa mengakhiri ketimpangan struktural yang selama ini terjadi.

Dinamika Politik: Tantangan Serius bagi Perubahan

Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa sistem hukum sangat dipengaruhi oleh kekuatan politik. Selama elit politik masih mempermainkan hukum, maka perubahan HTN hanya akan menjadi kosmetik belaka.

Oleh karena itu, transformasi hukum tata negara harus disertai dengan revolusi mental dalam berpolitik. Etika politik, integritas pejabat publik, dan partisipasi rakyat harus ditumbuhkan secara bersamaan.

Selain itu, masyarakat sipil perlu mengawal setiap proses perubahan hukum dengan kritis dan aktif. Tanpa kontrol rakyat, kekuasaan akan selalu menjauh dari tujuan bernegara.

Penegakan Hukum: Pilar yang Rapuh

Selama ini, banyak aparat hukum justru menjadi aktor utama dalam pelemahan demokrasi. Kasus kriminalisasi aktivis, pelemahan KPK, dan intimidasi terhadap media kritis adalah contoh nyata.

Jika negara ingin kuat, maka hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Kepolisian dan kejaksaan tidak boleh menjadi alat politik. Sebaliknya, mereka harus menjunjung tinggi supremasi hukum.

Baca Juga
Ketidakpastian Situasi Ekonomi Global dan Dampaknya terhadap Negara-Negara di Dunia

Untuk itu, pembenahan kelembagaan menjadi kunci. Tanpa integritas aparat, hukum hanya akan menjadi instrumen represi.

HTN Sebagai Sarana Mencerdaskan Bangsa

Mempelajari hukum tata negara bukan hanya tanggung jawab akademisi. Setiap warga negara wajib memahami bagaimana sistem kekuasaan bekerja.

Selain memperluas wawasan, pemahaman HTN akan mendorong lahirnya warga yang kritis. Mereka tidak akan mudah termakan hoaks atau propaganda. Sebaliknya, mereka akan menjadi kekuatan moral yang menjaga integritas bangsa.

Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan harus diperkuat sejak dini. Kurikulum sekolah perlu memasukkan pemahaman mendalam tentang konstitusi dan tata negara.

Kesimpulan: Jangan Takut Berubah

Menuju Indonesia Emas 2045, bangsa ini membutuhkan sistem hukum tata negara yang adaptif dan berkeadilan. Perubahan adalah keniscayaan. Kita tidak bisa berharap pada masa depan emas dengan sistem masa lalu yang penuh lubang.

Kita harus meninggalkan paradigma lama. Saatnya membangun sistem hukum yang berbasis pada keadilan, kearifan lokal, dan integritas konstitusional. Dengan perubahan ini, Indonesia akan berdiri sebagai bangsa yang tidak hanya merdeka, tetapi juga bermartabat dan berdaulat.

Indonesia tidak boleh diam. Kita harus bergerak. Kita harus berubah – untuk keadilan, untuk rakyat, dan untuk masa depan bangsa.

Related posts

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.