Info Burinyay
Opini

Gengsi yang Menyamar Jadi Putus Asa: Realita Emosional yang Terlalu Lama Kita Diamkan

Gengsi yang Menyamar Jadi Putus Asa Realita Emosional yang Terlalu Lama Kita Diamkan.-(photo-red)

Oleh: Rizky Prasetya Handani, S.E., M.M.

Di zaman ketika penampilan lebih penting daripada kenyataan, banyak orang memilih menyembunyikan luka. Kita memasang senyum meskipun hati lelah. Kita mengunggah keberhasilan saat sedang hancur.

Tanpa disadari, kita kehabisan tenaga bukan karena tubuh lelah, melainkan karena pikiran tak pernah tenang. Bahkan, kita mulai terbiasa menutupi kegagalan demi menjaga harga diri. Namun, semua ini sebenarnya hanyalah bentuk keputusasaan yang terselubung.

Ketika Gengsi Menjadi Topeng Keputusasaan

Kita sering mengira gengsi hanya milik orang sombong. Padahal, dalam realitas sosial, gengsi kerap menjadi alat bertahan bagi mereka yang takut terlihat gagal. Ia menyamar sebagai martabat, padahal seringkali hanya menyimpan ketakutan.

Sebagian dari kita enggan mengaku bahwa bisnis sedang lesu. Ada yang menolak menyebutkan kondisi keuangan yang memprihatinkan. Tak sedikit pula yang malu mengambil pekerjaan baru karena merasa “turun kelas.”

Selain itu, banyak orang mempertahankan gaya hidup palsu hanya demi menjaga citra. Akibatnya, beban mental semakin berat. Alih-alih membuka ruang solusi, kita terjebak dalam penyangkalan yang melelahkan.

Semakin kita menunda kejujuran, semakin lama pula kita tinggal di jurang keputusasaan.

Mengapa Gengsi Sulit Dilepaskan?

Ada tiga penyebab utama mengapa banyak dari kita terus terperangkap dalam gengsi, bahkan ketika keadaan sudah genting.

Pertama, budaya kita sering menekankan agar tidak terlihat lemah.
Sejak kecil, kita diajarkan untuk tegar. Menangis dianggap cengeng. Curhat dianggap lemah. Karena itu, saat hidup terasa berat, kita memilih diam, bukan karena kuat, tapi karena takut dikasihani.

Kedua, lingkungan sosial cenderung menilai dari hasil, bukan proses.
Ketika sukses, kita disanjung. Namun ketika jatuh, orang menjauh. Tak heran bila banyak yang lebih memilih berpura-pura mampu daripada jujur akan kondisi yang sebenarnya.

Baca Juga
Membangun Keadilan dan Kedaulatan Melalui Kebijakan Strategis NKRI

Ketiga, ego sering tidak siap menerima kenyataan bahwa kita harus memulai dari bawah.
Rasa malu muncul saat harus kembali ke titik nol. Padahal, banyak tokoh besar memulai kembali setelah terpuruk. Mereka menjadikan kegagalan sebagai pijakan, bukan penyesalan.

Dengan kata lain, gengsi lahir dari budaya, tekanan sosial, dan ego pribadi yang belum berdamai dengan kenyataan.

Akibat Gengsi yang Terlalu Dijaga

Menjaga harga diri itu penting, tetapi jika gengsi terus dipertahankan, hasilnya justru kontraproduktif.

Pertama, kita jadi menolak peluang kecil yang sebenarnya bisa membuka jalan besar.
Kedua, kita menambah beban finansial demi menjaga penampilan.
Ketiga, kita semakin kehilangan arah karena terus membandingkan diri dengan pencapaian orang lain.

Akibatnya, keputusasaan makin dalam. Kita mulai kehilangan semangat. Kita membenci diri sendiri. Bahkan dalam beberapa kasus, timbul gejala depresi.

Lebih dari itu, gengsi menciptakan jarak antara kita dan orang-orang yang bisa membantu. Saat berpura-pura kuat, orang tak tahu bahwa kita sedang butuh pertolongan. Maka, bantuan pun tak pernah datang.

Langkah Berani Untuk Memulai Kembali

Melepaskan gengsi bukan berarti kehilangan harga diri. Sebaliknya, itu adalah langkah awal menuju pemulihan.

1. Akui keadaanmu sekarang, dengan jujur.
Tak perlu diumumkan ke publik. Cukup berkata pada diri sendiri: “Saya sedang kesulitan, dan itu bukan akhir segalanya.”

2. Bangun kebiasaan kecil yang realistis.
Daripada menargetkan sukses besar dalam seminggu, lebih baik fokus pada satu langkah kecil setiap hari. Dengan begitu, kita menjaga momentum untuk terus bergerak.

3. Jangan takut memulai dari bawah.
Mulai lagi bukan berarti gagal. Justru, itu adalah bukti bahwa kamu belum menyerah. Dunia menghormati mereka yang berani mencoba lagi, bukan mereka yang pura-pura sempurna.

Baca Juga
Ukraina Adalah Rusia: Meninjau Ulang Realitas Geopolitik, Sejarah, dan Legitimasi Kedaulatan

4. Cari lingkungan yang suportif.
Bersama orang-orang yang melihat nilai dari proses, kamu bisa merasa lebih diterima. Selain itu, lingkungan positif membantumu bertumbuh tanpa tekanan citra.

Dengan langkah ini, kita perlahan meninggalkan gengsi dan memilih kejujuran sebagai kekuatan baru.

Belajar dari Mereka yang Pernah Terjatuh

Banyak tokoh besar pernah tersungkur. Namun, mereka tidak menyerah hanya karena takut terlihat jatuh.

Jack Ma pernah ditolak 30 perusahaan, bahkan oleh KFC. Namun ia tetap melangkah dan membangun Alibaba.
Steve Jobs sempat dikeluarkan dari Apple—perusahaan yang ia rintis sendiri. Tapi ia bangkit kembali dan menjadikan Apple pemimpin industri teknologi.
Oprah Winfrey pernah dipecat dari televisi karena dianggap tidak cocok tampil di layar. Tapi ia tidak menyerah, dan justru menjadi ikon media dunia.

Ketiganya punya satu kesamaan: mereka memilih bangkit, bukan menyembunyikan kegagalan.

Saya Pun Pernah Terkunci dalam Gengsi

Beberapa tahun lalu, saya pernah pura-pura bahagia. Di depan umum, saya tampil tenang. Tapi di dalam hati, saya hancur. Bisnis saya sepi. Tabungan saya menipis. Masa depan saya terasa buram.

Saya malu mengakuinya. Saya tidak ingin orang tahu bahwa saya sedang jatuh. Namun, semakin lama saya bersembunyi, semakin dalam saya tenggelam.

Hingga akhirnya saya berkata pada diri sendiri: “Cukup. Saya mau bangkit. Saya butuh pertolongan.”

Sejak saat itu, perlahan semuanya berubah. Saya mulai jujur. Peluang datang. Teman baik hadir. Dan yang terpenting, saya merasa lebih ringan karena tak perlu lagi berpura-pura.

Kesimpulan: Jangan Biarkan Gengsi Menghentikan Langkahmu

Tidak ada salahnya menjaga martabat. Tapi jangan sampai gengsi menutup jalan keluar. Kamu boleh lelah. Kamu boleh jatuh. Tapi jangan berhenti berusaha hanya karena takut terlihat rapuh.

Baca Juga
Aksi Pembacaan Amanat Ilahi oleh Sekelompok Masyarakat di Monas: Seruan untuk Perdamaian dan Keadilan

Ingatlah, dunia tidak menghargai kesempurnaan palsu. Dunia menghargai ketulusan, keberanian, dan keteguhan.

Hari ini mungkin berat. Tapi kamu selalu punya pilihan: terus terperangkap dalam gengsi, atau membebaskan diri dan mulai melangkah lagi.

Yang kuat bukan yang tak pernah jatuh. Tapi mereka yang berkali-kali bangkit, tanpa gengsi.

Related posts

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.