Info Burinyay
Peristiwa

BPN Kabupaten Bandung Siap Tuntaskan 238 Sertifikat PTSL Desa Rawabogo

BPN Kabupaten Bandung Siap Tuntaskan 238 Sertifikat PTSL Desa Rawabogo, Rabu 6/08/2025. (photo-ilustrasi-ai)

Soreang, Info Burinyay – Konflik soal pembagian sertifikat program PTSL di Desa Rawabogo memicu sorotan publik. Masyarakat menuntut kepastian, sementara dugaan pungutan liar memperkeruh situasi. Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Bandung langsung merespons isu ini dan memastikan penyelesaian berjalan transparan.

Kepala Kantor BPN Kabupaten Bandung, Iim Rohiman, menugaskan Kabag TU, Ny. Ita Latifah, untuk menjelaskan situasi terkini. Ia menyampaikan bahwa 238 sertifikat dari total target 3.100 masih dalam proses pelengkapan berkas dari desa.

“Tim kami sudah memverifikasi data. Hanya 238 bidang yang belum selesai. Kami hanya menunggu pewarkahan dari pihak desa,” kata Ita saat dihubungi, Rabu (6/8/2025).

Ia menegaskan bahwa BPN tidak menghentikan proses. Pihaknya tetap bekerja sesuai mekanisme yang berlaku dan terus membuka ruang koordinasi dengan desa.

“Kami mendorong pemerintah desa segera melengkapi dokumen. Begitu berkas masuk, kami langsung proses tanpa menunda,” lanjutnya.

Dalam pernyataannya, Ita menyayangkan minimnya komunikasi dari pihak desa. Ia menyebut, Kepala Desa Rawabogo tidak menyampaikan klarifikasi langsung sebelum memberikan pernyataan ke media.

“Kami tidak bisa menebak situasi di lapangan kalau desa tidak berkoordinasi. Padahal komunikasi tetap terbuka,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan bahwa tim Satgas PTSL sebelumnya sempat bekerja sama dengan desa. Namun, saat ini koordinasi cenderung tersendat karena perubahan struktur internal.

“Satgas lama seperti Pak Dudi Herdiansah sudah menjalin komunikasi sejak awal. Kami tidak tahu dinamika internal antara desa dan satgas setelah itu,” katanya.

Sementara itu, Kepala Desa Rawabogo, Cecep NA Prawira, mengaku kecewa karena pembagian sertifikat dilakukan tanpa koordinasi. Ia mengatakan bahwa pihak desa tidak menerima informasi soal jumlah sertifikat yang sudah dibagikan.

“Banyak warga datang ke kantor desa dan bertanya soal sertifikat. Tapi kami tidak tahu karena BPN menyerahkan langsung lewat individu,” tegas Cecep.

Baca Juga
KAI Logistik Siap Dukung ARCEOs' Conference ke-44 di Bandung

Menurutnya, penyaluran sertifikat seharusnya melalui pemerintah desa agar proses lebih transparan. Ia juga menyayangkan sikap BPN yang justru mengarahkan warga ke Ketua Satgas PTSL 2019, bukan ke kantor desa.

“Ketika staf kami mencoba klarifikasi, BPN menyuruh langsung ke Pak Dudi. Itu menyulitkan warga dan pemerintah desa,” tambahnya.

Cecep juga menyoroti adanya laporan warga soal permintaan biaya saat pengambilan sertifikat. Beberapa warga mengaku diminta uang tebusan Rp500.000 hingga Rp1 juta.

“Kami mendapat banyak pengaduan. Mereka bilang diminta uang oleh pihak tertentu. Padahal PTSL itu program gratis dari pemerintah pusat,” ujarnya.

Ia juga menemukan dugaan manipulasi data. Menurutnya, ada warga yang mendaftar tahun 2023, tapi masuk dalam daftar PTSL 2019. Data tersebut memakai tanda tangan kepala desa tanpa izin.

“Saya pernah tanda tangan di tahun 2019. Tapi tanda tangan itu digunakan untuk dokumen baru yang diajukan 2023. Itu sangat mencurigakan,” tegas Cecep.

Pihak desa sudah mencoba melaporkan ke Harda, namun belum mendapat respons tegas. Karena itu, Cecep meminta pihak berwenang segera menyelidiki dan menindak dugaan pungli dan penyalahgunaan data.

Cecep menegaskan bahwa desa siap menerima 238 sertifikat yang belum dibagikan. Namun, ia meminta agar BPN menyerahkan dokumen tersebut langsung ke pemerintah desa, bukan perorangan.

“Kalau BPN menyerahkan ke kami, kami bisa mengawasi prosesnya. Kami ingin semua transparan,” ujarnya.

Ia juga berharap BPN segera memberi kepastian waktu penyerahan. Menurutnya, janji “secepatnya” tidak cukup meyakinkan warga yang sudah lama menunggu.

“Kami butuh tanggal dan teknisnya. Jangan hanya bilang ‘segera’ tanpa rencana,” katanya.

DPRD Desak Pemerintah Bertindak Cepat dan Tegas

Menanggapi kisruh ini, Ketua Fraksi PAN DPRD Kabupaten Bandung, H. Eep Jamaludin Sukmana, SH., mendorong semua pihak untuk menyelesaikan masalah secara cepat dan konkret. Ia meminta pemerintah tidak saling menyalahkan.

Baca Juga
Yayasan Panata Giri Raharja Kolaborasi dengan Yayasan Kehati, Dukung Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Kabupaten Bandung

“Warga menunggu sertifikat, bukan alasan. Pemerintah harus hadir dengan solusi, bukan konflik baru,” tegasnya.

Eep juga menyarankan agar pihak kepolisian atau kejaksaan turun tangan jika ditemukan indikasi pungli. Ia menilai, semua proses harus berjalan jujur, terbuka, dan adil.

“Kita tidak bisa biarkan masyarakat membayar untuk sesuatu yang seharusnya gratis. Kalau ada pelanggaran, hukum harus ditegakkan,” ujarnya.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Program PTSL bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, bukan menimbulkan keraguan. BPN, desa, dan masyarakat harus bekerja sama dengan saling terbuka.

Pemerintah desa seharusnya menjadi pusat informasi dan distribusi. BPN juga wajib melibatkan desa dalam setiap tahap pelaksanaan. Jika semua pihak menjalankan perannya secara jujur, konflik tidak akan terjadi.

Warga Rawabogo berhak menerima sertifikat tanpa hambatan. Mereka telah mengikuti proses dan berharap hasil yang pasti. Pemerintah harus menjawab harapan itu dengan tindakan nyata, bukan wacana.

Related posts

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.