Opini

Strategi Militer Penguasa: Antara Alat Pertahanan dan Instrumen Penindasan

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si.
Sultan Patrakusumah VIII – Trustee Guarantee Phoenix INA 18

Strategi militer selalu lahir dari rahim politik. Sejarah membuktikan bahwa penguasa memakai strategi ini bukan semata untuk mempertahankan negara, tetapi juga untuk mengokohkan kekuasaan. Seni dan ilmu peperangan seharusnya diarahkan demi kepentingan nasional, namun realitas menunjukkan penguasa sering menjadikan strategi militer sebagai instrumen represi. Saat rakyat menuntut keadilan, strategi perang malah berubah menjadi tameng bagi kekuasaan.

Tujuan: Alat Kekuasaan Bukan Hanya Pertahanan

Setiap strategi militer berakar pada tujuan. Idealnya, tujuan nasional menekankan perdamaian, tetapi penguasa menekankan kemenangan demi mempertahankan legitimasi. Mereka menargetkan penghancuran musuh, baik secara fisik maupun psikologis. Narasi “membela negara” akhirnya bergeser menjadi propaganda untuk membungkam perlawanan rakyat. Dengan begitu, tujuan strategi bukan lagi menjaga kedaulatan, melainkan memperpanjang umur kekuasaan.

Ofensif: Serangan Sebagai Pola Kuasa

Penguasa lebih suka ofensif ketimbang defensif. Serangan dianggap sebagai simbol dominasi. Tindakan represif terhadap oposisi, pembungkaman media, hingga kriminalisasi aktivis memperlihatkan pola ofensif ini. Seperti halnya militer yang mengepung musuh, penguasa juga mengepung warganya dengan aturan, aparat, dan propaganda. Padahal, strategi ofensif seharusnya diarahkan kepada ancaman eksternal, bukan rakyat sendiri.

Unity of Command: Sentralisasi Kekuasaan

Prinsip komando tunggal sangat menggoda bagi penguasa otoriter. Semua instruksi mengalir dari satu pusat, dan semua lini harus tunduk. Dalam konteks politik hari ini, prinsip itu diwujudkan dalam sentralisasi kekuasaan pada satu figur. Lembaga negara hanya berperan sebagai eksekutor, bukan pengawas. Sentralisasi ini menyingkirkan check and balance, lalu menggiring demokrasi menuju monarki terselubung.

Massa dan Ekonomi Kekuatan: Manipulasi Dukungan

Strategi militer mengajarkan penggunaan massa untuk menekan lawan. Penguasa kemudian mengadopsi logika ini dengan menciptakan mobilisasi massa buatan. Mereka memanfaatkan birokrasi, organisasi masyarakat, hingga buzzer digital. Ekonomi kekuatan pun dipakai untuk menguras sumber daya demi menjaga stabilitas kekuasaan, bukan kesejahteraan rakyat. Rakyat diarahkan sebagai pion, sementara elit menyedot keuntungan.

Manuver dan Kejutan: Politik yang Licin

Penguasa gemar bermanuver. Aliansi politik bergeser, hukum berubah sesuai kepentingan, dan kebijakan muncul tiba-tiba sebagai kejutan. Pola ini mencerminkan seni manuver militer. Rakyat akhirnya hidup dalam ketidakpastian karena strategi penguasa selalu berubah-ubah. Alih-alih melindungi bangsa, manuver kekuasaan malah melumpuhkan kepercayaan publik.

Keamanan dan Kesederhanaan: Tembok Kekuasaan

Setiap penguasa selalu menekankan keamanan. Namun keamanan yang mereka maksud bukan keamanan rakyat, melainkan keamanan tahta. Aparat dikerahkan bukan untuk menjaga warga, melainkan untuk mengamankan penguasa. Prinsip kesederhanaan dalam strategi militer pun berubah menjadi penyederhanaan kritik: siapa pun yang berbeda dianggap musuh negara.

Moral, Administrasi, dan Kontrol Total

Moral prajurit selalu menjadi pilar dalam strategi militer. Penguasa lalu merekayasa moral publik melalui propaganda. Media diarahkan untuk membangun narasi heroik seputar penguasa. Administrasi negara dipakai sebagai mesin pengendali: data warga dimanfaatkan, aturan dipelintir, dan birokrasi dijadikan benteng kekuasaan. Dalam praktik ini, rakyat kehilangan ruang kendali.

Taktik Ofensif dan Defensif: Cermin Rezim Hari Ini

Penguasa mempraktikkan taktik ofensif dengan melakukan pengejaran politik terhadap lawan. Mereka juga menguasai ruang digital melalui buzzer dan algoritma media sosial. Pada saat yang sama, mereka menggunakan taktik defensif dengan menciptakan benteng hukum, memperkuat aparat, serta membangun narasi korban untuk menutupi kesalahan. Pola ini membuat kekuasaan bertahan meskipun legitimasi terus merosot.

Operasi Jalur Interior: Pecah Belah Rakyat

Militer mengenal operasi jalur interior, di mana kekuatan kecil bergerak untuk menghantam lawan secara terpisah. Penguasa meniru pola ini dengan politik pecah belah. Rakyat dipisahkan dalam kubu agama, etnis, hingga ideologi. Selama masyarakat terbelah, kekuasaan tetap kokoh. Alih-alih memperkuat persatuan, strategi pecah belah justru memperlemah bangsa.

Terminologi Taktis: Pola Kekuasaan dalam Praktik

Penguasa menggunakan envelopment atau pengepungan politik. Oposisi dikepung melalui tekanan hukum, tekanan ekonomi, hingga stigma sosial. Mereka juga memakai penetrasi frontal lewat kebijakan yang menghantam langsung kepentingan rakyat, seperti kenaikan pajak atau harga energi. Gerakan memutar dilakukan dengan mengalihkan isu. Setiap taktik militer diterjemahkan menjadi pola kontrol politik.

Pertahanan: Strategi Bertahan Hidup Kekuasaan

Dalam militer, pertahanan digunakan saat kekuatan ofensif melemah. Penguasa pun melakukan hal yang sama. Ketika tekanan publik meningkat, mereka menutup diri, membatasi informasi, dan menciptakan ilusi stabilitas. Pertahanan seluler, pertahanan perimeter, hingga pertahanan mendalam menjadi metafora dari cara penguasa mengunci akses kritik. Pertahanan bukan untuk bangsa, melainkan untuk mempertahankan singgasana.

Operasi Khusus: Adaptasi Rezim Modern

Penguasa juga mengadopsi operasi khusus. Mereka melakukan operasi udara melalui propaganda media, operasi amfibi melalui infiltrasi lembaga sipil, serta operasi urban melalui penguasaan ruang kota. Perang siber bahkan menjadi wajah baru operasi khusus rezim modern. Semua pola ini menegaskan bahwa strategi militer telah berubah menjadi strategi politik penaklukan rakyat.

Penutup: Saat Strategi Militer Jadi Strategi Penindasan

Seharusnya strategi militer melindungi bangsa, namun penguasa menjadikannya strategi penindasan. Dari ofensif, manuver, hingga pertahanan, semua diarahkan untuk memperkuat kekuasaan. Rakyat terjebak dalam perang tanpa senjata, perang yang dilancarkan penguasa terhadap bangsanya sendiri. Saat strategi militer diselewengkan, demokrasi mati perlahan. Karena itu, rakyat harus sadar bahwa melawan hegemoni berarti merebut kembali makna sejati strategi: menjaga bangsa, bukan menjaga tahta.

Rohidin Sultan Patrakusumah VIII

Leave a Comment

Recent Posts

Sampah Ilegal Resahkan Warga Citeureup, Pemerintah Desa Diminta Bertindak Cepat

Dayeuhkolot, Info Burinyay - Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, menghadapi masalah serius akibat pembuangan sampah sembarangan.…

5 jam ago

PRIMA Miftahul Jannah Gelar Peringatan Maulid Nabi 1447 H dengan Meriah dan Penuh Makna

Dayeuh Kolot, Info Burinyay– Perhimpunan Remaja Masjid (PRIMA) Miftahul Jannah menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad…

21 jam ago

INDONESIA HARUS KEMBALI KE KONSTITUSI RIS

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si., Sultan Patrakusumah VIII – Trustee Guarantee Phoenix INA 18 Sejak…

1 hari ago

Bupati Bandung Ajak PMII Bersinergi Wujudkan Kabupaten Bandung BEDAS dan Sambut Indonesia Emas 2045

Cicalengka, Info Burinyay – Bupati Bandung, Dr. H.M. Dadang Supriatna, S.Ip., M.Si, menghadiri peringatan Maulid…

1 hari ago

Bandung Bedas Run 2025 Meriah, 2.903 Peserta Ramaikan Stadion Si Jalak Harupat

Soreang, Info Burinyay - Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI) Kabupaten Bandung sukses menggelar ajang lari…

1 hari ago

Disdagin Kabupaten Bandung All Out Dukung Bandung Bedas Run 2025

Soreang, Info Burinyay — Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disdagin) Kabupaten Bandung menegaskan dukungan penuh terhadap…

1 hari ago

This website uses cookies.