Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si. Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18
PPN 12%: Kebijakan Pajak atau Beban yang Mencekik Rakyat?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang diterapkan oleh pemerintah saat ini menjadi sorotan tajam. Bagi sebagian masyarakat, khususnya yang berada pada lapisan ekonomi menengah ke bawah, kebijakan ini dirasakan seperti beban berat yang terus bertambah. Jika dibandingkan, bahkan rentenir sekalipun mematok bunga lebih rendah, yakni sekitar 10% per bulan. Rentenir, meskipun memiliki stigma negatif, masih dianggap berjasa karena memberikan solusi finansial langsung, meskipun dengan konsekuensi jangka panjang. Namun, bagaimana dengan PPN 12% yang dikenakan setiap kali masyarakat melakukan transaksi?
Dampak PPN pada Kehidupan Sehari-Hari
Mari kita ambil contoh sederhana. Seorang sopir angkot, tukang ojek, atau pekerja serupa biasanya mengandalkan warung makan seperti warung Padang untuk kebutuhan harian mereka. Jika setiap kali makan dikenakan PPN 12%, maka biaya yang dikeluarkan menjadi signifikan. Misalnya, seorang sopir menghabiskan Rp100.000 setiap hari untuk makan. Dari jumlah itu, Rp12.000 adalah PPN. Dalam sebulan, angka ini mencapai Rp360.000.
Sekarang bayangkan jika ada sekitar 10 juta orang di Indonesia dengan profesi serupa yang juga terkena beban PPN ini. Berapa banyak uang yang terkumpul dari mereka? Jumlahnya bisa mencapai miliaran rupiah setiap bulan. Uang sebesar itu berasal dari kantong rakyat kecil yang sejatinya sudah berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tidak hanya pada makanan, PPN 12% juga dikenakan pada berbagai kebutuhan pokok lainnya. Dampaknya terasa sangat memberatkan bagi masyarakat menengah ke bawah, yang pengeluarannya cenderung habis untuk kebutuhan harian. Kebijakan ini membuat banyak orang bertanya-tanya: di mana peran pemerintah dalam membantu masyarakat, jika yang ada justru kebijakan yang terkesan mencekik?
Mengupas Uga Wangsit Prabu Siliwangi
Menyinggung pandangan historis, ada sebuah ramalan terkenal dari Prabu Siliwangi, raja besar Pajajaran, yang memberikan peringatan kepada pengikutnya sebelum beliau mangkat pada tahun 1521. Dalam “Uga Wangsit”-nya, beliau berkata:
“Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan kalian! Dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus tahu, nanti mereka akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu.”
Apakah ramalan ini menjadi kenyataan hari ini? Jika kita melihat kondisi masyarakat saat ini, peringatan tersebut tampaknya sangat relevan. Kebijakan yang dianggap membebani rakyat kecil sering kali muncul, dan yang merasakan dampaknya adalah mereka yang berada di lapisan terbawah.
Perbandingan PPN dengan Pajak di Negara Lain
Sebagai perbandingan, mari kita lihat bagaimana pajak konsumsi diberlakukan di negara lain. Di beberapa negara maju, meskipun tarif pajak konsumsi tinggi, pemerintah memberikan subsidi besar-besaran untuk kebutuhan pokok dan layanan publik. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat tidak terlalu terbebani oleh pajak.
Namun, di Indonesia, penerapan PPN sering kali tidak dibarengi dengan subsidi yang memadai untuk kebutuhan pokok. Akibatnya, masyarakat yang berada di lapisan ekonomi menengah ke bawah harus menanggung beban ganda: harga barang yang terus naik dan pajak yang tinggi.
Solusi yang Dapat Ditempuh
Untuk mengatasi dampak negatif dari PPN 12%, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis yang berpihak kepada rakyat kecil. Berikut beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan:
- Penghapusan PPN untuk Kebutuhan Pokok: Langkah ini akan sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka tanpa terbebani oleh pajak tambahan.
- Subsidi untuk Sektor Rentan: Pemerintah perlu memberikan subsidi langsung kepada kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap dampak kenaikan PPN, seperti pekerja informal dan masyarakat miskin.
- Penguatan Sistem Redistribusi Pajak: Pajak yang dikumpulkan harus dialokasikan secara efektif untuk program-program yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat kecil, seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
- Evaluasi Kebijakan Pajak Secara Berkala: Kebijakan pajak perlu dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa penerapannya tidak berdampak buruk pada daya beli masyarakat.
Kesimpulan: Menciptakan Keadilan Pajak
PPN 12% adalah kebijakan yang perlu ditinjau ulang, terutama karena dampaknya yang besar terhadap masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kondisi riil rakyat sebelum menetapkan kebijakan pajak. Prinsip pajak yang adil adalah memastikan bahwa mereka yang mampu membayar lebih banyak berkontribusi lebih besar, sementara mereka yang kurang mampu mendapatkan perlindungan.
Sebagaimana peringatan Prabu Siliwangi yang tetap relevan hingga hari ini, pemerintah harus berhati-hati agar tidak memerintah dengan semena-mena. Kebijakan yang memberatkan rakyat kecil hanya akan menciptakan ketimpangan dan ketidakpuasan. Dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat menciptakan sistem pajak yang lebih adil dan inklusif untuk semua.