Soreang, Info Burinyay – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung terus mengupayakan penguatan ketahanan pangan melalui data akurat. Pada Rabu (24/9/2025), Pemkab Bandung menggelar sosialisasi peta ketahanan dan kerentanan pangan (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) Tahun 2025 di Hotel Grand Sunshine, Kecamatan Soreang.
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispakan) Kabupaten Bandung menjadi inisiator kegiatan ini. Bupati Bandung Dadang Supriatna hadir bersama Kepala Dispakan Kabupaten Bandung Uka Suska Puji Utama. Keduanya menyampaikan arahan dan menjelaskan pentingnya FSVA untuk kebijakan daerah.
Bupati Bandung Dadang Supriatna menegaskan pentingnya data lapangan. Menurutnya, pemetaan pangan akan menentukan arah program dan intervensi.
“Pemangku kebijakan tidak boleh buta kondisi lapangan. Desa harus melaporkan kategori kerentanan pangan, mulai sangat rentan hingga kategori lebih baik,” kata Kang DS.
Ia menjelaskan enam kategori kerentanan pangan, dengan desil satu yang menggambarkan masyarakat miskin ekstrem.
“Desil satu menjadi dasar penentuan program intervensi. Dispakan bersama Diskominfo mengelola data tersebut melalui aplikasi khusus yang sudah disiapkan,” jelasnya.
Bupati menegaskan, pemerintah hadir untuk menjawab persoalan pangan dan kemiskinan ekstrem. Setelah data terkumpul, pemerintah bisa mengalokasikan anggaran sesuai kebutuhan masyarakat.
“Selama empat tahun terakhir, kita membangun 29.327 unit rumah rutilahu. Kini masih ada sekitar 10 ribu unit yang harus kita tuntaskan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, perhatian pada masyarakat miskin ekstrem menjadi bagian dari strategi mengurangi kerentanan pangan.
“Tujuan kita jelas, masyarakat tidak boleh lagi rentan pangan. Kita ingin desil satu naik kelas. Karena itu pemerintah wajib hadir di tengah masyarakat,” tegasnya.
Kang DS juga menyoroti kondisi desa. Ia menyebutkan terdapat 28 desa yang masuk kategori rawan pangan, namun semua desa tetap memiliki kelompok masyarakat rentan.
Kepala Dispakan Kabupaten Bandung, Uka Suska Puji Utama, menjelaskan tujuan sosialisasi FSVA. Ia menekankan kegiatan ini memperkuat kebijakan daerah dalam meningkatkan ketahanan pangan.
“Kami mengundang 210 peserta, mulai perangkat daerah, camat, hingga perwakilan desa. Semua pihak harus memahami FSVA agar mampu menyusun program tepat sasaran,” ujarnya.
Ia memaparkan bahwa FSVA memanfaatkan data spasial dan indikator untuk mengukur ketahanan serta kerentanan pangan hingga tingkat desa.
“Dengan peta ini, kita bisa mengetahui wilayah yang paling membutuhkan intervensi,” jelasnya.
Uka Suska mengingatkan, penyusunan FSVA memiliki dasar hukum yang kuat. Beberapa regulasi melandasinya, antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, serta Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 10 Tahun 2022.
“Selain itu, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2023 menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor. FSVA mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan,” ujarnya.
Dispakan menyusun FSVA melalui tahapan panjang. Tim mengumpulkan data dari BPS, OPD, dan lapangan. Setelah itu, mereka menganalisis indikator, melakukan pemetaan geospasial, serta validasi dengan dinas terkait.
“Hasil analisis FSVA 2025 menunjukkan sejumlah kecamatan dan desa masih rentan pangan. Faktor geografis, akses, dan kemiskinan menjadi penyebab utama,” ungkapnya.
Meski demikian, ia juga menekankan adanya tren positif. Beberapa wilayah berhasil meningkatkan ketahanan pangan berkat intervensi program berkelanjutan.
“Kami ingin FSVA menjadi rujukan utama penyusunan kebijakan. Data ini membantu kita menentukan prioritas intervensi, baik di daerah maupun dengan dukungan provinsi dan pusat,” tambahnya.
Dispakan juga mendukung program prioritas nasional, khususnya Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Kami melakukan rapid test bahan baku pangan untuk menjamin keamanan. Kami juga mengawasi gudang pangan segar dan mengedukasi masyarakat tentang sanitasi,” jelas Uka Suska.
Ia menyebutkan kebutuhan protein ikan untuk 361 SPPG mencapai 81.225 kilogram per hari, sedangkan produksi saat ini baru 28.960 kilogram per hari.
“Kami mengusulkan penambahan 418 kelompok wirausaha baru sektor perikanan. Untuk itu, kami membutuhkan anggaran Rp6,27 miliar,” tegasnya.
Dispakan juga mengintervensi keluarga berisiko stunting di 28 desa lokus. Selain itu, mereka berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk menanggulangi kemiskinan ekstrem dan menggandeng Dinas Perhubungan untuk membantu masyarakat terdampak inflasi.
“Kami siap merekomendasikan kerja sama Koperasi Desa Merah Putih dengan Bulog dalam penyediaan pangan strategis. Sinergi lintas sektor menjadi kunci penguatan ketahanan pangan,” pungkasnya.