Ciwidey, Info Burinyay – Pemerintah Kecamatan Ciwidey menggelar sosialisasi pengelolaan sampah terpadu bagi pemerintah desa se-Kecamatan Ciwidey. Acara berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Ciwidey, Selasa (9/9/2025), dengan melibatkan perangkat desa, praktisi pengelola sampah, serta tim B3S (Bandung Bedas Bersih Sampah).
Sekretaris Kecamatan Ciwidey, PanPan Risvan Cristiana, S.I.P., M.Si., membuka kegiatan dengan menegaskan pentingnya penanganan sampah di wilayah Ciwidey. Ia menyebut Ciwidey termasuk daerah rawan sampah sehingga kecamatan mengalokasikan anggaran khusus dalam DPA untuk mendukung program pengelolaan sampah.
PanPan menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat masih menangani sampah secara tradisional. Warga di beberapa desa, seperti Lebakmuncang dan Nengkelan, masih membakar sampah di tungku-tungku kecil. Meski demikian, ia juga melihat inisiatif positif seperti kelompok pemilah sampah, lubang cerdas organik, dan bank sampah yang tumbuh di sejumlah RW.
“Kami melihat masyarakat sudah mulai memilah sampah, bahkan ada kelompok yang mendapat dukungan pemerintah pusat. Namun praktik pembakaran sampah masih mendominasi,” kata PanPan.
Ia berharap desa-desa di Ciwidey mau menganggarkan program penanganan sampah melalui dana desa. PanPan juga menekankan bahwa proses perencanaan harus melalui musyawarah dusun hingga musrenbang desa. Dengan begitu, program persampahan dapat masuk dalam rencana pembangunan desa sekaligus mendukung upaya penanganan iklim dan lingkungan.
Kepala Seksi Pembangunan Kecamatan Ciwidey, Hendri Sopiandi, S.E., menambahkan bahwa kecamatan mengundang perangkat desa, Ketua LPMD, serta tim B3S untuk mengikuti sosialisasi ini. Ia juga menghadirkan Engkus Kusmana, penggiat sampah dari Kecamatan Katapang yang sukses mengembangkan TPST berbasis masyarakat.
Menurut Hendri, sampah bukan hanya persoalan daerah, melainkan sudah menjadi masalah nasional. Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus mengubah pola pikir.
“Kita harus menanamkan prinsip 3R: reduce, reuse, recycle. Edukasi sangat penting agar masyarakat mau memilah sampah sejak dari rumah,” jelas Hendri.
Ia menuturkan, Kecamatan Ciwidey sudah memiliki delapan bank sampah dan tiga TPS 3R. Namun, efektivitas pengelolaan masih lemah. Fasilitas ada, tetapi sebagian belum berfungsi optimal karena kurangnya partisipasi warga.
Hendri menekankan bahwa sampah dapat bernilai ekonomi jika dikelola dengan benar. Ia mendorong masyarakat untuk memisahkan sampah organik dan anorganik. Dengan pemilahan, sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sementara sampah anorganik bisa dijual atau dipakai kembali.
Dalam kesempatan itu, Engkus Kusmana berbagi pengalaman. Ia sudah mengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) selama hampir 20 tahun. Dari kegiatan itu, ia mampu menyerap sekitar 20 tenaga kerja.
Engkus menegaskan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan tanpa ketergantungan pada pemerintah. Dengan kemandirian, masyarakat bisa menciptakan lapangan kerja sekaligus menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
“Kami bergerak secara swadaya. Dari sampah, kami bisa menciptakan pekerjaan sekaligus mengubah pola pikir masyarakat,” tutur Engkus.
Ia menilai sampah memang menimbulkan masalah jika tidak dikelola. Namun sampah juga bisa menjadi solusi. Kuncinya ada pada pengurangan sejak awal dan kesadaran bersama untuk melakukan penanggulangan.
Engkus memperkenalkan konsep Kawasan Bersih Warga Mandiri (KBWM). Konsep ini mengajak warga menjaga kebersihan lingkungan secara kolektif. Menurutnya, semua pihak harus ikut bertanggung jawab, bukan hanya pemerintah atau kelompok tertentu.
“Sampah tanggung jawab bersama. Jika warga mau bergotong royong, lingkungan akan lebih sehat,” tegasnya.
Kegiatan sosialisasi ini menunjukkan keseriusan Kecamatan Ciwidey dalam membangun sistem pengelolaan sampah terpadu. Pemerintah melibatkan desa, kelompok masyarakat, serta praktisi berpengalaman agar strategi pengelolaan sampah bisa diterapkan secara nyata.
PanPan Risvan menegaskan bahwa keberhasilan program persampahan bergantung pada komitmen desa. Menurutnya, kecamatan hanya bisa memberi arahan dan dukungan. Desa harus menindaklanjuti dengan program nyata dalam perencanaan pembangunan.
“Kami tidak bisa berjalan sendiri. Desa dan masyarakat harus berperan aktif dalam pengelolaan sampah,” ujar PanPan.
Hendri menambahkan bahwa edukasi harus menjadi strategi utama. Ia percaya masyarakat bisa berubah jika terus mendapat pendampingan. Karena itu, kecamatan akan mendorong kegiatan sosialisasi berkelanjutan, bukan hanya satu kali.
Sosialisasi ini menghasilkan semangat baru bagi pemerintah desa di Ciwidey. Banyak peserta mengakui pentingnya memulai pemilahan sampah sejak dari rumah tangga. Dengan kesadaran itu, beban pengelolaan di tingkat desa akan jauh lebih ringan.
Engkus Kusmana menutup paparannya dengan ajakan sederhana: warga harus mulai sadar bahwa sampah bisa memberi manfaat. Jika dikelola, sampah bisa menjadi kompos, kerajinan, bahkan sumber pendapatan tambahan.
Sementara itu, Hendri menegaskan bahwa pemerintah kecamatan akan terus mengawal perkembangan bank sampah dan TPS 3R. Ia berharap masyarakat aktif memanfaatkan fasilitas yang tersedia.
Dengan dukungan semua pihak, Kecamatan Ciwidey optimistis mampu menekan volume sampah, mengurangi praktik pembakaran, serta menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah, desa, dan masyarakat bersepakat menjadikan sampah bukan lagi masalah, melainkan peluang.