Opini

ICC dan Standar Ganda: Mengapa Israel Baru Dikejar Setelah Ribuan Tewas di Gaza?

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si., Sultan Patrakusumah VIII – Trustee Guarantee Phoenix INA 18

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) kembali menggemparkan panggung hukum dunia. Kali ini, sorotan publik mengarah pada pengajuan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant. Keduanya dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza.

Namun publik menilai, langkah ICC justru menyingkap luka lama yang belum sembuh: standar ganda dalam penegakan hukum internasional.

Ketika Pemimpin Dunia Menjadi Tersangka

ICC berdiri atas semangat mewujudkan keadilan internasional. Lembaga ini mengklaim dirinya netral, tetapi rekam jejaknya justru menunjukkan keberpihakan yang kasat mata.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, sudah lebih dulu masuk daftar buronan ICC. Jaksa menyatakan bahwa Putin terlibat dalam deportasi anak-anak Ukraina ke Rusia. Namun banyak pihak menilai, surat perintah itu muncul bukan semata karena keadilan, tetapi karena konflik antara Rusia dan negara-negara Barat.

Langkah terhadap Netanyahu pun memunculkan kecurigaan serupa. Meski ia memang bertanggung jawab atas invasi dan blokade di Gaza, mengapa ICC baru bertindak sekarang, setelah puluhan ribu rakyat Palestina terbunuh?

Dunia Melihat, Tapi Diam

Selama beberapa dekade, Israel terus menggempur Jalur Gaza. Pemerintah Israel menargetkan infrastruktur, rumah sakit, hingga kamp pengungsian. Korban terbanyak selalu berasal dari kalangan sipil.

Namun Barat membungkam kebenaran dengan dalih “hak mempertahankan diri”. Media arus utama mengaburkan fakta dan menyebutnya sebagai “bentrokan”. Padahal, Israel-lah yang menguasai kekuatan militer, teknologi canggih, dan dukungan global.

Ironisnya, saat pemimpin negara di Timur dianggap melanggar hukum, ICC langsung mengeluarkan surat penangkapan. Tetapi ketika negara Barat menyerang, lembaga ini malah bungkam.

Hukum Internasional Tidak Boleh Memihak

Dunia tidak lupa invasi Amerika ke Irak. George W. Bush dan Tony Blair meluluhlantakkan Baghdad atas dasar senjata pemusnah massal, yang kemudian terbukti tidak pernah ada. Ratusan ribu nyawa melayang. Namun ICC tidak menyentuh mereka sama sekali.

Hal serupa terjadi di Afghanistan, Libya, hingga Yaman. Negara-negara Barat membombardir tanpa konsekuensi hukum. Bahkan Saudi Arabia, yang terus menggempur Yaman, tetap bebas dari jerat pengadilan internasional.

Apakah ICC hanya berani menindak musuh Barat dan membiarkan sekutunya beroperasi tanpa batas? Jika demikian, ICC telah kehilangan legitimasi moralnya.

Netanyahu: Korban Hukum atau Alat Pengalih Isu?

Publik dunia tahu bahwa Netanyahu bukan sekadar politisi. Ia adalah simbol kekerasan sistematis terhadap Palestina. Kebijakannya menciptakan penderitaan berkepanjangan bagi jutaan orang.

Namun keputusan ICC muncul justru ketika kecaman internasional terhadap Israel mencapai puncaknya. Apakah ini bentuk pelampiasan tekanan global? Atau sekadar simbolis untuk meredakan kemarahan dunia?

Jika ICC ingin kembali dipercaya, maka mereka harus membuktikan konsistensi, bukan hanya formalitas.

Negara Dunia Ketiga Harus Melawan Standar Ganda

Indonesia dan negara-negara non-Barat tidak boleh terus diam. Saatnya negara dunia ketiga bersatu untuk menuntut reformasi total dalam tubuh ICC. Keadilan global tak boleh dikendalikan oleh blok tertentu.

Dunia membutuhkan ICC yang benar-benar netral dan tegas terhadap siapa pun—baik itu Netanyahu, Putin, Bush, atau pemimpin mana pun yang melanggar hukum internasional.

Kita harus mendesak agar ICC menegakkan keadilan berdasarkan prinsip, bukan tekanan politik atau arah angin global.

Penutup: Tegakkan Keadilan, Bukan Kepentingan

Hukum yang tunduk pada kekuasaan bukan lagi hukum, melainkan alat kolonialisme baru. Dunia harus sadar, bahwa hukum internasional saat ini sedang berdiri di tepi jurang kepercayaan.

Jika ICC tidak berbenah, maka rakyat dunia akan mencatatnya sebagai lembaga yang hanya bekerja untuk kepentingan kekuatan tertentu.

Keadilan bukanlah hadiah. Keadilan adalah hak semua bangsa. Dan kita harus memperjuangkannya, tanpa ragu, tanpa takut.

Rohidin Sultan Patrakusumah VIII

Leave a Comment

Recent Posts

FWK Desak Pemerintah Prabowo Perbaiki Dunia Pendidikan Secara Menyeluruh

Jakarta, Info Burinyay — Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dinilai harus segera memperbaiki…

14 jam ago

Kang DS Ajak LBH MUI Wujudkan Layanan Hukum dan Sertifikasi Masjid yang Berkeadilan

Soreang, Info Burinyay - Bupati Bandung Dadang Supriatna menghadiri kegiatan Grand Launching, Pengukuhan, dan Stadium…

19 jam ago

PBB Krisis Dana, Indonesia Terimbas: Saat Perdamaian Dunia Tergadaikan oleh Kelalaian Global

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si.Sultan Patrakusumah VIII – Trustee Guarantee Phoenix INA 18 Dunia sedang…

23 jam ago

SDN Ciranjang 2 Gelar Syukuran Rampungnya Gedung Baru Dua Lantai

Pasirjambu, Info Burinyay - Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciranjang 2, Desa Sugihmukti, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten…

23 jam ago

SMPN 3 Turi Bangkitkan Semangat Literasi Lewat Pelatihan Menulis Kreatif

Yogyakarta, Info Burinyay - Suasana di Barak Pengungsian Girikerto, Sleman, Yogyakarta, terasa berbeda pada Kamis…

23 jam ago

Desa Lamajang Percepat Pembangunan Jalan Lewat Program BKK Panas Bumi 2025

Pangalengan, Info Burinyay - Pemerintah Desa Lamajang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, terus mempercepat pembangunan…

2 hari ago

This website uses cookies.