Pasirjambu, Info Burinyay – Forkopimcam Pasirjambu, Kabupaten Bandung, menghadiri kegiatan Napak Tilas Hajat Huluwotan 2025 di kaki Gunung Geulis, Kampung Gambung, Desa Mekarsari, Sabtu (18/10/2025). Tradisi ini menjadi simbol rasa syukur masyarakat atas limpahan air dari alam sekaligus pengingat untuk menjaga hutan agar tetap lestari.
Acara berlangsung meriah. Sejak pagi, warga berkumpul di mata air Gunung Geulis untuk melakukan ritual pembersihan sumber air. Setelah itu, masyarakat menikmati pentas seni kampung dan pertunjukan wayang golek di Lapang PPTK Gambung. Suasana hangat terasa karena kegiatan ini juga menjadi ajang silaturahmi antarwarga.
Kepala Desa Mekarsari, Ferry Januar Pribadi, mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari komitmen untuk menjaga alam.
“Hajat Huluwotan kami laksanakan setiap tahun sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas anugerah air. Tradisi ini juga menjadi cara kami melestarikan hutan agar sumber air tetap terjaga,” ujarnya.
Ferry menegaskan, partisipasi warga terus meningkat setiap tahun.
“Warga antusias karena menyadari pentingnya tradisi ini. Selain menjaga kelestarian, kegiatan ini juga memperkuat semangat gotong royong. Kami ingin budaya dan alam terus berjalan beriringan,” tambahnya.
Kegiatan adat ini tidak hanya menguatkan rasa syukur, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi. Banyak warga muda yang ikut serta, menunjukkan bahwa tradisi ini masih hidup di tengah perkembangan zaman.
Kasubag Program Kecamatan Pasirjambu, H. Ahmad Setiadi, S.Sos., menyampaikan apresiasi atas kerja sama seluruh pihak.
“Kami atas nama Ibu Camat mengucapkan terima kasih kepada semua unsur yang telah mendukung kegiatan ini. Hajat Huluwotan bukan sekadar tradisi, tapi juga bentuk nyata menjaga kelestarian air dan lingkungan,” katanya.
Menurutnya, dukungan lintas unsur menjadi kunci agar tradisi ini tetap bertahan.
“Semoga kegiatan seperti ini terus berlanjut setiap tahun dan menjadi contoh bagi desa lain dalam menjaga ekosistemnya,” ujarnya.
Dukungan serupa datang dari Kabid Pengembangan Kebudayaan Kabupaten Bandung, Hermiyati Asri, S.T., M.H. Ia menyebut Hajat Huluwotan sebagai bentuk kolaborasi antara pelestarian budaya dan lingkungan.
“Kami sangat mendukung kegiatan ini. Desa Mekarsari menunjukkan bagaimana budaya bisa menjadi sarana menjaga alam. Ini sejalan dengan program Bupati Bandung, Bapak Dadang Supriatna, yang mendorong pelestarian kebudayaan daerah,” jelasnya.
Hermiyati menambahkan bahwa kegiatan seperti ini penting bagi keberlanjutan nilai-nilai lokal.
“Dinas Kebudayaan baru berdiri tiga bulan, dan ini menjadi komitmen awal kami. Kegiatan ini menunjukkan sinergi yang baik antara pemerintah desa dan masyarakat. Bahkan Kades mampu memadukan anggaran desa dengan kegiatan budaya sehingga hasilnya luar biasa,” terangnya.
Dari sisi akademis dan lingkungan, Kepala Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Henry Prastanto, M.Eng., menilai tradisi ini punya makna ekologis mendalam.
“Hajat Huluwotan adalah bentuk syukur kepada Tuhan atas berkah sumber air. Sejak kebun ini berdiri, sumber mata air menjadi pusat kehidupan warga. Kami dari PPTK Gambung berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung kegiatan ini,” katanya.
Ia menilai kerja sama warga dan lembaga riset sangat penting.
“Kesadaran menjaga alam akan kuat bila muncul dari budaya sendiri. Karena itu, kami terus ikut berpartisipasi agar tradisi ini tetap lestari,” ujarnya.
Tokoh masyarakat Mekarsari, Sukmana Supi Yanda, bercerita bahwa tradisi ini sudah berlangsung lebih dari satu abad.
“Hajat Huluwotan dimulai tahun 1918 dan masih berjalan sampai sekarang. Saat pandemi, hanya hiburannya yang berhenti, tapi ritual tetap dilaksanakan. Tahun ini kembali lengkap dengan kesenian rakyat dan wayang golek malam nanti,” ucapnya.
Dalam tradisi ini juga terdapat prosesi pemotongan kambing hitam yang sarat makna.
“Kambing hitam menjadi simbol dari kata hideng yang berarti simpati dan empati. Artinya, kita harus peduli terhadap lingkungan, terutama menjaga aliran air agar tetap bersih dan lancar,” jelasnya.
Sepanjang acara, warga menampilkan berbagai kesenian lokal. Anak-anak, pemuda, hingga tokoh adat ikut serta. Kegiatan ini tidak hanya memperkuat budaya, tapi juga mempererat hubungan sosial di tengah masyarakat.
Menutup acara, Kepala Desa Ferry Januar menyampaikan pesan penting.
“Mari terus jaga silaturahmi dan kebersamaan. Jangan lupa menjaga lemah cai — tanah dan air. Seperti pesan para sepuh kita, leuweung hejo, warga ngejo. Kalau hutannya hijau, warganya sejahtera,” tutupnya dengan semangat.
Tradisi Napak Tilas Hajat Huluwotan 2025 menjadi bukti nyata bahwa budaya dan alam tidak bisa dipisahkan. Dari kaki Gunung Geulis, masyarakat Mekarsari kembali meneguhkan pesan leluhur: menjaga hutan berarti menjaga kehidupan.